Adapun jika menilik kepada syariat Islam, para pemuda yang sudah mampu memikul beban menikah dianjurkan untuk menikah, Nabi SAW bersabda:
''Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu memikul baah (beban menikah), maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng)." (HR Bukhari)
Meski menikah adalah sebuah anjuran syariat, namun persiapan untuk mampu memikul beban menikah, perkara inipun menjadi perhatian.
Adapun perempuan, peran utama yang digariskan syariat adalah sebagai ummun rabbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga).
Dari sudut pandang peradaban, keluarga adalah unsur terkecil yang akan menentukan maju mundurnya sebuah peradaban sehingga, perempuan memiliki peran yang strategis lagi mulia.
Sehingga, perempuan harus dipersiapkan dengan matang agar dapat mengemban tugas yang mulia ini.
Menikah dini minim ilmu, disebabkan terpaksa karena himpitan ekonomi atau sebab lain tentu akan menjauhkan dari pelaksanaan tugas mulia ini.
Oleh karena itu, iklim kehidupan harus mendukung terhadap pelaksanaan peran ini bagi perempuan. Terkait ini, Islam memberikan mekanisme sebagai berikut:
1. Kewajiban belajar dibebankan kepada setiap muslim baik perempuan maupun laki-laki, sebagaimana sabda Nabi SAW :
"Menuntut ilmu agama adalah kewajiban atas setiap Muslim.” (Shahih: HR. Ibnu Majah no. 224)
Islam tidak membedakan kewajiban ini antara perempuan dan laki-laki. Dengan bekal ilmu yang mencukupi, perempuan dapat menjalani perannya secara baik.
2. Kewajiban nafkah ada di pundak laki-laki, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 233:
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.”
Kemudian dilanjutkan dalam Surat At-Thalaq ayat 6 yang berbunyi, “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu. Janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka,”
3. Kewajiban negara dalam memenuhi kebutuhan asasi masyarakat, mencakup pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Hal ini sebagai bentuk pelayanan negara kepada rakyat, sebagaimana sabda Nabi SAW, "Imam (kepala negara) adalah pelayan masyarakat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas pelayannya."