opini

Kapitalisme Jadi Sebab Perempuan Menikah Dini Karena Himpitan Ekonomi, Bagaimana Solusinya?

Senin, 27 Desember 2021 | 13:23 WIB
Ilustrasi pernikahan. (Foto: Gorajuara.com/Unsplash/Dok. Jeremy Wong)

GORAJUARA - Pernikahan adalah misaqan galiza (perjanjian agung). Memasuki gerbangnya tentu tidak boleh sembarangan, perlu persiapan dan ilmu yang mencukupi.

Berdasarkan statistik, angka pernikahan dini di Jawa Barat meningkat, padahal UU Nomor 16 Tahun 2019 yang berlaku sejak 15 Oktober 2019 menyebutkan bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun baik untuk perempuan maupun laki-laki.

Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian PPPA, Lenny N Rosalin mengatakan bahwa di Jawa Barat terdapat 12 dari 100 anak menikah di usia dibawah 18 tahun. Artinya perkawinan anak masih menjadi persoalan ditengah masyarakat saat ini.

 

Pernikahan dini disinyalir sebagai salah satu penyebab anak putus sekolah. Selama ini, partisipasi perempuan untuk mengenyam pendidikan (termasuk pendidikan dasar) lebih rendah dari kaum laki-laki. Latar belakang ekonomi tampaknya menjadi pendorong hal ini.

Karena kemiskinan sekaligus untuk meringankan beban orang tua, maka anak-anak didorong untuk menikah secara dini.

Pernikahan yang seolah dilakukan karena keterpaksaan tanpa ilmu yang memadai mengakibatkan adanya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Akibatnya, seorang anak akan terlahir dalam keadaan stunting yang dipengaruhi oleh kondisi fisik maupun psikis si perempuan.

Sistem kapitalistik yang menguntungkan para pemodal besar saat ini menjadikan kehidupan tidak berpihak kepada perempuan.

Hal ini membuat masyarakat secara umum dan khususnya perempuan, mengalami kesulitan menjalani kehidupan. Bahkan untuk sekadar memenuhi kebutuhan pokok saja terasa sulit.

Solusi yang diberikan dalam sistem kapitalistik adalah menjadikan perempuan untuk berdaya secara ekonomi. Banting tulang dalam dunia kerja yang seringkali tidak ramah terhadap perempuan.

Bahkan, perempuan menjadi incaran para pemilik modal untuk dijadikan pekerja karena dianggap bisa diberi upah lebih murah dibandingkan laki-laki.

Adapun peluang untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi, membutuhkan biaya yang lebih tinggi lagi.

Jika beruntung memiliki kecerdasan, dapat mendapat peluang beasiswa. Namun, kesempatan itu tidak merata untuk seluruh perempuan.

Dengan demikian, menurut penulis, menyelesaikan problem pernikahan dini bukan dengan menjadikan perempuan berdaya secara ekonomi, namun juga dengan mengatasi penyebab utamanya yaitu sistem kapitalisme, yang menumbuh suburkan kemiskinan bagi sebagian kalangan, yang menyebabkan penderitaan termasuk bagi perempuan tidak berkesudahan.

Halaman:

Tags

Terkini

Membaca SE Mendikdasmen Nomor 14 Tahun 2025

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:24 WIB

Untuk Apa Mengajarkan Investasi Pasar Modal di Sekolah?

Minggu, 15 September 2024 | 10:45 WIB

Yang Berpikir Besar Seharusnya Guru Bukan Menteri...

Jumat, 23 Februari 2024 | 21:52 WIB

Ciri Guru-Guru Semangat Merdeka Mengajar...

Jumat, 23 Februari 2024 | 21:10 WIB

Orang Orang Optimis Lebih Sabar...

Selasa, 21 November 2023 | 06:31 WIB

Inti Hidup Adalah Mengendalikan Amarah

Selasa, 17 Oktober 2023 | 20:57 WIB

Cara Mengajarkan Karakter di Sekolah...

Selasa, 10 Oktober 2023 | 07:54 WIB