Walau begitu, perlakuan diskriminatif di Belahan Selatan Amerika masih belum usai.
Dua tahun sebelumnya, seorang pianis keturunan Afrika bernama Don Shirley mencanangkan tur dalam negeri untuk berkeliling Belahan Selatan.
Don adalah sosok yang jenius dan ia memainkan musik klasik secara elegan yang tidak pernah dimainkan oleh pemusik kulit hitam manapun.
Bahkan, pada waktu itu belum pernah ada satu pun musisi keturunan Afrika yang berani menginjakkan kaki di Belahan Selatan.
Don kemudian ditemani oleh Tony Lip, seorang supir keturunan Italia yang pernah bekerja di dunia malam sebagai keamanan.
Satu-satunya bekal yang mereka miliki hanyalah Green Book, sebuah buku panduan destinasi penginapan bagi orang kulit berwarna saat mereka berkeliling di Belahan Selatan.
Dalam tur yang berlangsung selama dua minggu, Don acapkali mendapatkan perlakuan yang buruk di venue ia tampil.
Don dan Tony tidak jarang dihentikan oleh aparat kepolisian di tengah jalan dan dilecehkan oleh warga setempat.
Untuk sekadar menghirup udara segar pun Don sampai dipukuli oleh warga kulit putih dan dibantu oleh Tony.
Walau begitu, Don tidak gentar menembus belantara yang penuh dengan kebencian dan berjuang untuk mempersatukan Amerika lewat musik yang digubahnya.
Berbekal tekad dan semangat juang, Don pun dapat melalui tur dalam negerinya dengan selamat.
Karya-karyanya adalah perwujudan hak sipil warga keturunan Afrika yang terpinggirkan oleh kebencian yang merusak.
Kumpulan karyanya adalah rangkulan yang mengubah kebencian menjadi kasih sayang kepada sesama untuk saling menghargai dan melindungi.
Kisah perjalanan Don Shirley ini kemudian diadaptasi ke dalam sebuah film berjudul Green Book yang disutradarai oleh Peter Farrelly.
Don Shirley yang merupakan tokoh utama dari cerita ini diperankan oleh Mahershala Ali. Tak lupa juga sosok Tony Lip hadir sebagai tokoh pendamping dengan Viggo Mortensen sebagai pemerannya.***