GORAJUARA - Pada tahun 1960-an, Amerika Serikat dilanda kerusuhan sosial yang masif.
Warga keturunan Afrika kerap mendapat perlakuan diskriminatif dari mereka yang berasal dari keturunan Kaukasia atau Eropa.
Tindakan rasialis tersebut tidak hanya dilakukan oleh warga sipil berkulit putih, namun juga turut dilakukan oleh hampir seluruh pejabat negara bagian di Amerika Serikat.
Dari tingkatan Gubernur Negara Bagian hingga aparat kepolisian turut mengesahkan hukum pemisahan ras antara warga keturunan Afrika dan warga kulit putih.
Tidak hanya itu, hak-hak warga keturunan Afrika pun acapkali dilucuti di ruang publik.
Mereka juga tidak diperbolehkan mengakses fasilitas yang sudah diperuntukkan bagi kaum kulit putih.
Fenomena ini lantas membuat Martin Luther King Jr mencetuskan gerakan hak sipil untuk menegakkan kesetaraan ke seluruh penjuru Amerika.
Martin Luther King Jr adalah aktivis keturunan Afrika yang berasal dari Georgia, negara bagian yang berasal dari Belahan Selatan Amerika.
Belahan Selatan merupakan kawasan yang paling rawan bagi orang keturunan Afrika.
Mengapa begitu? Karena Belahan Selatan merupakan kawasan yang dulunya menentang Undang-Undang Perbudakan yang digagas oleh Presiden Abraham Lincoln.
Orang-orang kulit putih tidak terima oleh keputusan Abraham Lincoln yang dianggap merebut hak-hak ekonomi mereka.
Para penguasa di Wilayah Selatan menilai bahwa orang kulit hitam adalah aset berharga dalam menggerakan roda perekonomian karena dapat dibayar murah, tak kenal lelah, serta tidak begitu pintar.
Singkat cerita, pada tahun 1964, Presiden Lyndon B. Johnson pun mengesahkan Act Civil Rights.
Act Civil Rights menyatakan bahwa warga Amerika Serikat punya kesetaraan dan hak yang sama.