GORAJUARA - Sesungguhnya pelajaran karakter di sekolah ada yaitu dua melatih siswa berkeyakinan pada Tuhan melalui berdoa atau shalat, dan melatih siswa bersedekah.
Dua karakter ini telah mencakup dua dimensi kehidupan manusia. Satu dimensi vertikal dan satu lagi dimensi sosial. Dua kompetensi ini harus ditanamkan pada siswa.
Penanaman dua karakter ini harus dimulai sejak pendidikan usia dini, SD, SMP, sampai dengan SMA. Selanjutnya pada perguruan tinggi, para siswa berlatih menjadi manusia dewasa.
Baca Juga: Pendidikan Harus Serius Ajarkan Kelola Uang...
Dua dimensi ini harus digali dalam konteks pendidikan karakter. Pendidikan karakter pengajarannya diawali dari praktek berulang-ulang.
Maka urutan pelaksanaan pendidikan karkater dimulai dari aspek psikomotor, afektif, dan kognitif. Pola pendidikan karakter menggunakan pola pikir induktif.
Dalam pola pikir induktif, siswa diajak untuk mempraktekkan prilku-prilaku dengan baik, selanjutnya mereka melakukan pengamatan apa yang terjadi pada diri mereka.
Baca Juga: SMAN 15 Bandung Kembangkan Program ICCB...
Pada saat melakukan pengamatan, mereka diajak merasakan apa yang terjadi. Pada saat merasakan, afektif mereka menuntut untuk menemukan hasil dari apa yang mereka praktikkan.
Selanjutnya pada aspek kognitif, setelah siswa memraktekkan, kemudian merasakan, maka mereka akan melakukan analisis, sintesa, dan memberi kesimpulan.
Diharapkan dari pendidikan karakter dengan mempraktekkan suatu perbuatan baik secara konsisten, mereka dapat menemukan pemahaman bahwa prilaku baik telah berdampak baik.
Baca Juga: SMAN 23 Bandung Gerakan Siswa Merdeka Melalui Kearifan Lokal Sunda...
Pada tahap akhir guru dapat memberikan kesimpulan dengan memberi penguatan pada hasil temuan atau kesimpulan siswa, dengan memasukkan hukum, teori, atau dalil.
Misalnya menggunakan dalil Al Quran, “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (Ar Rahman, 55:60). Kebaikan yang dilakukan berulang-ulang sudah pasti akan melahirkan kebaikan.