GORAJUARA - Bung Karno dan buku tidak banyak dibahas pemerhati dan pakar. Pergaulannya dengan buku-buku pembesar dunia tumbuh subur ketika ia inde kost di rumah kontrakan HOS Cokroaminto di Surabaya.
Di rumah kontrakan yang sangat sederhana dengan jendela terbuka tanpa lampu listrik karena alasan tidak mampu membeli bola lampu membuatnya jengah mengasah diri.
Larut dalam buku-buku di perpustakaan pribadi HOS Cokroaminoto. “Aku duduk dekat kakinya dan diberikannya aku buku-bukunya, diberikannya padaku miliknya yang berharga” (Adam, 1988 :53).
Baca Juga: Ulang Tahun Jakarta, Yuk Coba 4 Penawaran Spesial Ini pada 22 Juni 2022
Hal ini terungkap dalam biografi, Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karangan Cindy Adam terjemahan Abdul Bar Salim. Dengan pernyataan,”Aku membaca setiap malam, berpikir setiap malam, dan aku sudah bangun jam lima pagi…” mengindikasikan Bung Karno adalah seorang kutu buku.
Sebagai kutu buku, ia terinspirasi dengan nasihat Swami Viweka Nanda, “Janganlah bikin kepalamu sebagai perpustakaan. Pakailah pengetahuannmu untuk diamalkan”.
Artinya, banyak membaca buku itu baik, tetapi kebaikan itu mesti disebarteruskan ke seantero dunia untuk mencerahkan dan mencerdaskan.
Baca Juga: One Piece: 3 Yonko Sebelumnya Tumbang, Berikut Karakter yang Cocok Jadi Yonko Jika Shanks Dikalahkan
Dalam konteks ini, Bung Karno menjadikan membaca buku sebagai keterampilan hidup yang hidup-sehidupnya untuk menghidupi diri-sendiri, menghidupi orang lain, masyarakat sekitarnya, bangsa dan negara. Itu dilakukan dengan penuh kesadaran berdasarkan renungan dan pemikiran para pembesar dunia yang didialogkan dalam batinnya dengan melahap buku-bukunya.
Itu dilakukan Sukarno dalam usia remaja awal, umur 14 tahun. Pada usia 16 tahun sudah mendirikan Tri Koro Darma yang berarti tiga tujuan suci : kemerdekaan politik, ekonomi, dan sosial.
Kelak inilah yang akan menjadi cikal bakal dari gagasan besar Trisakti : berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Baca Juga: Piala Presiden 2022: Persib Bandung Lolos, Ini Calon Lawannya di Perempat Final
Cintanya pada aksara dengan buku bacaan yang luas dalam usia yang relatif muda memuluskan jalan bagi Sukarno melakukan negosiasi dengan siapa saja tanpa memandang kawan atau lawan.
Zaman kolonial, ia melakukan perlawanan melalui jalur diplomasi dengan argumentasi yang kuat berdasarkan referensi terpercaya. Pertemanannya dengan tokoh-tokoh dunia terjalin dengan baik melalui buku-buku yang dilahapnya sejak remaja.