opini

Hybrid Learning, Alternatif Solusi Pembelajaran Masa Pandemi Covid 19

Rabu, 1 September 2021 | 23:36 WIB
Dr. Dante Rigmalia, M.Pd., Kepala SDN 184 Buahbatu Kota Bandung (Dok. Pribadi Dr. Dante Rigmalia)

GORAJUARA.com - Landasan pemikiran model pembelajaran hybrid learning (HL) adalah mengkombinasikan metodologi pembelajaran tradisional dan nontradisional  untuk meningkatkan capaian pendidikan dengan memastikan pemberian kualitas pembelajaran yang baik bagi semua peserta didik. Dalam konteks hybrid learning dapat diwujudkan dengan mengkombinasikan dua atau lebih hal yang berbeda, salah satunya kombinasi tatap muka (face to face) dan daring (eric sheninger). Saat ini model pembelajaran ini banyak digunakan, karena dianggap sesuai untuk diterapkan sebagai model alternatif solusi pembelajaran pada masa pandemi covid-19 saat ini.

Untuk dapat mengimplementasikan model pembelajaran ini dengan baik, maka kita harus pahami bersama kondisi pembelajaran saat ini atau pembelajaran masa pandemi Covid-19 tahun lalu, serta memahami apa dan bagaimana konsepnya. Beberapa catatan dan hasil survei dapat kita telaah untuk menguatkan pemahaman tentang pentingnya mencari alternative solusi pembelajaran pada tahun kedua pandemi Covid-19 ini.

Hasil survei yang dilaksanakan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tentang  Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) berbasis pengaduan dengan responden peserta didik pada sekolah di Indonesia memberikan gambaran tentang bagaimana PJJ dirasakan dan ditanggapi oleh peserta didik. Point penting dari survei yang dikutip di sini adalah mengenai interkasi pembelajaran yang terjadi antara guru dan peserta didik. Berdasarkan survei ini sebagian besar  responden (79.9%) menyatakan interaksi pembelajaran tidak terjadi antara peserta didik dan guru. Guru hanya memberikan tugas dan menagih tugas. Hal penting lain yang terungkap dari survei ini adalah bahwa responden sebagian besar  (73.2%) merasa berat mengerjakan tugas dari gurunya melalui PJJ.

Survei lain dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung melakukan survey PPJ terhadap pelajar di Kota Bandung. Dua point survei sangat penting untuk dijadikan catatan selama pelaksanaan pembelajar tahun pelajaran 2020-2021 lalu, di antaranya ditanyakan dengan pertanyaan “Bagaimana perasaan mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ)?”. Jawaban responden 7.8% menyatakan menyenangkan, 24,5% kadang-kadang menyenangkan kadang-kadang tidak, 42.2% menyatakan PJJ itu kurang menyenangkan, dan 25.5% menyatakan tidak menyenangkan. Point berikutnya ditanyakan pendapat responden tentang “Bagaimanakah ke depannya pembelajaran jarak jauh pada masa pandemi Covid-19 itu?” 16% menyatakan PJJ dilanjutkan, 36,5% PJJ dilanjutkan dengan model baru, dan 47.5% PJJ diberhentikan. Kecenderungan jawaban responden pada dua point pertanyaan menunjukkan bahwa dalam PJJ interaksi guru dan peserta didik tidak terjadi, dan peserta didik berharap ada model pembelajaran yang lain atau PJJ diberhentikan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan catatan penting tentang PJJ. Catatan tersebut, di antaranya adalah peserta didik yang karena keterbatasan/kondisinya tidak dapat mengikuti pembelajar, sehingga terancam putus sekolah, ketidaksetaraan pencapaian pembelajaran anak Indonesia (ada kesenjangan antara kelompok dengan daya dukung baik dan kelompok dengan daya dukung kurang baik), tidak tercapai pengembangan kognitif dan karakter sebagaimana yang diharapkan, tekanan psikososial, dan juga menimbulkan potensi kekerasan di rumah tangga yang lebih tinggi, minimnya interaksi anak-anak dengan guru, teman, dan lingkungan luar dapat menyebabkan tingkat stres dalam rumah tangga, baik orangtua maupun anak-anak.

Hasil survei dan catatan PJJ ini dapat kita jadikan bahan pertimbangan untuk mencari upaya memperbaiki pembelajaran pada masa pandemi Covid-19 tahun kedua atau pada tahun pelajaran 2021-2022 ini. Keadaan dan perasaan peserta didik saat belajar penting untuk kita perhatikan bersama karena peserta didik inilah yang belajar dan merasakan bagaimana perasaan dan keadaannya saat menjalankan PJJ. Jika perasaan tidak nyaman, tidak senang, jenuh dan bosan, serta perasaan berat untuk melakukan PJJ, maka akan sulit bagi peserta didik untuk dapat mencapai hasil belajar yang baik dan optimal sesuai yang diharapkan oleh sekolah/para guru, orang tua dan pemerintah.

Beberapa hal yang dapat kita lakukan dalam menyikapi keadaan saat ini adalah memberikan layanan pembelajaran yang berkualitas, salah satu alternatifnya adalah  dengan melaksanakan model pembelajaran hybrid learning. Model pembelajaran ini mencampurkan program pendidikan  formal (seting pendidikan regular/persekolahan) dan nonformal (seting pendidikan yang dilakukan oleh/di masyarakat), atau penggabungan antara kegiatan pembelajaran tatap muka (face to face classroom method) dengan pembelajaran berbasis teknologi online; perlu adanya integrase aktivitas, model ini pun didesain untuk mengintegrasikan aktifitas pembelajaran online dan tatap muka, sehingga antara satu sama lainnya dapat saling menguatkan, melengkapi, dan mendukung.

Dalam implementasinya diperlukan penjadwalan belajar, yaitu melakukan penjadwalan terhadap peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar tatap muka di sekolah. Sementara dalam pelaksanaanya dapat dilakukan dengan model pelaksanaan setengah waktu belajar dilakukan di sekolah dan setengah waktu belajar dilakukan di rumah atau setengah dari peserta didik belajar di sekolah setengahnya lagi belajar di rumah.

Delapan hal harus dilakukan oleh sekolah untuk memulai sebuah transformasi proses belajar dan proses mengajar, serta transformasi kepemimpinan dengan model pembelajaran HL adalah:

Personalization: mewakili tentang “apa yang dipelajari”: konten, kurikulum, penilaian, program, teknologi menjadi “siapa yang belajar” belajar itu menjadi lebih personal/ pribadi/ individual, mengupayakan pembelajaran memberikan pengalaman pribadi peserta didik. hal ini berarti bahwa kita harus memfasilitasi peserta didik bahwa merekalah yang akan belajar dan mengikuti proses pembelajaran, dengan demikian guru perlu memili strategi yang fokus pada peserta didik apakah itu pendapatnya, pilihannya, kecepatan belajarnya, tempat belajarnya, menggunakan teknologi atau tidak.

Face to face: hal terbaik pada saat peserta didik kembali ke sekolah adalah membangun interaksi dan hubungan yang baik dengan guru, staf, juga temannya. Pembelajaran yang berkualitas dan efektif pada saat secara fisik guru dan peserta didik bertatap muka.

Blended learning salah satu strategi untuk pembelajaran yang diindividualisasikan adalah blended learning. Pada saat guru menggunakan teknologi dan peserta didik belajar menggunakan teknologi agar peserta didik dapat mengontrol cara belajarnya, tempat yang nyaman untuk belajar, dan kecepatan belajarnya,

Adaptive learning tool: kesukskesan model hybrid lerning terletak pada tujuan dan strategi penggunaan teknologi dapat berupa menyediakan dukungan materi tambahan/ latihan mandiri.

Social distancing: cluster baru covid 19 dapat dicegah dengan menerapkan social distancing dalam implementasi Hybrid Learning,  Flexible schedule, mengubah jadwal belajar sehari-hari di sekolah agar waktu belajar dan sumber belajar dapat digunakan lebih baik, lebih fleksibel dan kreatif dalam menggunakan waktu,

Halaman:

Tags

Terkini

Membaca SE Mendikdasmen Nomor 14 Tahun 2025

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:24 WIB

Untuk Apa Mengajarkan Investasi Pasar Modal di Sekolah?

Minggu, 15 September 2024 | 10:45 WIB

Yang Berpikir Besar Seharusnya Guru Bukan Menteri...

Jumat, 23 Februari 2024 | 21:52 WIB

Ciri Guru-Guru Semangat Merdeka Mengajar...

Jumat, 23 Februari 2024 | 21:10 WIB

Orang Orang Optimis Lebih Sabar...

Selasa, 21 November 2023 | 06:31 WIB

Inti Hidup Adalah Mengendalikan Amarah

Selasa, 17 Oktober 2023 | 20:57 WIB

Cara Mengajarkan Karakter di Sekolah...

Selasa, 10 Oktober 2023 | 07:54 WIB