GORAJUARA - Asosiasi Lawyer Muslim Indonesia (ALMI) menghadap ke Bareskrim Polri untuk menyerahkan laporan terkait film "Vina Sebelum 7 Hari" yang tengah menghangatkan perbincangan publik.
Dalam laporannya, ALMI menuntut agar pemerintah segera menarik film tersebut dari peredaran bioskop.
Mereka mengklaim bahwa film ini telah menimbulkan kegaduhan di masyarakat dan berpotensi mengarahkan opini yang dapat mempengaruhi proses penyidikan kasus pembunuhan Vina, yang menjadi latar belakang pembuatan film tersebut.
Baca Juga: Serap Aspirasi Masyarakat Indonesia, Baznas RI Mulai Perketat Syarat Donasi untuk Palestina
Dari sudut pandang ALMI, film "Vina Sebelum 7 Hari" tidak hanya menimbulkan kontroversi, tetapi juga melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman.
Pasal 31 ayat (1) dari undang-undang tersebut memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menarik peredaran suatu film jika film tersebut mengganggu keamanan, ketertiban, ketenteraman, atau keselarasan hidup masyarakat.
Pengacara ALMI, Andra Bani Sagalane, mengungkapkan bahwa meskipun dari segi perfilman film ini bisa dianggap sebagai karya seni yang menarik, namun dari segi hukum, pembuatannya tidak dapat dibenarkan.
Menurutnya, masih ada proses penyidikan yang berlangsung terkait kasus tersebut.
Belum ada keputusan final dari persidangan, sehingga adanya interpretasi atau informasi dari luar yang masuk ke dalam film dapat merusak proses hukum yang berlangsung.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal ALMI, Mualim Bahar, menjelaskan perbandingan antara film "Vina Sebelum 7 Hari" dengan film "Ice Cold" yang juga mengangkat kasus kriminal.
Ia menegaskan bahwa perbedaannya terletak pada status hukum kasus yang diangkat.
Kasus pembunuhan Mirna oleh Jessica Kumala Wongso yang diangkat dalam film "Ice Cold" sudah memiliki putusan hukum tetap, sehingga film tersebut dianggap pantas untuk ditayangkan.
ALMI telah melaporkan produser film "Vina Sebelum 7 Hari" ke Bareskrim pada tanggal 28 Mei 2024.