GORAJUARA - Bu Wayan, seorang ibu rumah tangga menemukan dompet di tengah jalan ketika pergi ke pasar pada suatu pagi. Sampai di rumah, dompet berisi surat-surat penting itu diserahkan kepada suaminya dihadapan ketiga anaknya. Ia berharap dompet itu bisa dikembalikan kepada pemiliknya dengan dukungan keluarga.
Setelah mereka berembug di keluarga, Surya anak sulung Bu Wayan memublikasikan via media sosial bahwa ibunya menemukan dompet warna coklat tua di sekitar Jalan Darmawangsa Kutuh, Kuta Selatan dengan nama pemilik Nanang beralamat di Bandung. Dalam waktu singkat, Surya berhasil berkomunikasi dengan Nanang (karyawan sebuah hotel di Nusa Dua) yang indekos di dekat Nirmala Ungasan, Kuta Selatan. Surya dengan tulus mengantar dompet coklat tua itu ke pemiliknya.
Nanang, si pemilik dompet berterima kasih kepada Surya bahkan mau memberikan imbalan uang. Surya dengan halus menolak imbalan uang yang diberikan Nanang bukan karena banyak uang melainkan dengan membantu mengantarkan dompet itu, Surya sudah merasa lebih berharga daripada imbalan uang yang disodorkan.
Kisah menarik dicermati. Pertama, keluarga Bu Wayan itu telah menjalin komunikasi dengan baik antar sesama anggota keluarga. Rasa kasihan muncul menjadi rasa kolektif dalam keluarga dari ibu, ayah, dan anak terkait penemuan dompet itu. Mereka membayangkan bagaimana kalau di antara mereka kehilangan dompet yang isinya surat-surat berharga, pastilah panik. Perlu banyak waktu, tenaga, dan biaya untuk mengurusnya.
Kedua, anak Bu Wayan memanfaatkan teknologi informasi dengan pendekatan teknohumanistik. Pendekatan berkomunikasi yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dengan landasan cinta kasih yang dalam bahasa Inggris disebut LOVE.
Dengan landasan ini, Surya telah memiliki kesadaran untuk mendengarkan kata hatinya (listen) setelah mengamati (observer) ke dalam dan keluar dirinya sehingga sosoknya menjadi bernilai (value) yang memekarkan rasa tersentuh (empaty). Ketika banyak anak muda menggunakan Teknologi Informasi cenderung menjauhi yang dekat, dan mendekati yang jauh, Surya menguatkan manfaat Teknologi Informasi ke dalam diri tanpa menutup diri keluar. Ia telah menjadikan Teknologi Informasi sebagai produk ilmu pengetahuan untuk memudahkan hidup, termasuk memperluas pergaulan tanpa sekat agama,suku, dan ras.
Ketiga, imbalan uang yang ditolak secara halus oleh Surya menjadi penanda bahwa hubungan kemanusiaan memiliki nilai yang melebihi harga uang berapa pun besarnya. Sebagai pemuda yang baru lulus Sarjana dan belum bekerja, Surya telah menginternalisasikan nilai-nilai adab pendidikan ke dalam ranah hidup sosial kemasyarakatan.
Ia telah mengimplementasikan kompetensi inti Kurikulum 2013, yaitu sikap spiritual dan sikap sosial. Sikap demikian diperolehnya melalui pendidikan keluarga yang tanpa kurikulum. Keluarga telah menyadarkan bahwa semua mahkluk hidup bersaudara (Vasudeva Kutum Bakam).
Demikianlah seharusnya nilai-nilai budi pekerti ditanamkan di keluarga. Orang tua menjadi guru budi pekerti utama bagi anak-anaknya di rumah. Bu Wayan sudah memulai dengan hidup sederhana, penuh rasa syukur dan cinta damai. Profil Pelajar Pancasila sudah dilaksanakan di lingkungan keluarga, termasuk menanamkan nilai-nilai ke-Indonesia-an seturut semboya Bhineka Tunggal Ika dalam wadah NKRI.
Baca Juga: Berlakukan Jam Malam, Pemprov DKI Siagakan Petugas Satpol PP di Kawasan Fashion Street
Oleh karena itu, saatnya berguru kepada Bu Wayan dari Bali yang telah menginspirasi keluarga Indonesia. Bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk Indonesia Raya. Inilah renungan Hari Anak Nasional 2022, dengan tema, “Anak terlindungi, Indonesia Maju”.***