GORAJUARA - Tragedi yang terjadi di stadion Kanjuruhan Malang menjadi duka bagi dunia, sehingga banyak pihak yang menyoroti penggunaan gas air mata oleh aparat keamanan.
Penggunaan gas air mata secara tertulis dilarang oleh FIFA dalam menghalau massa didalam stadion.
Menurut FIFA, larangan penggunaan gas air mata demi menghindari kejadian serupa pada tragedi sepak bola di Peru tahun 1964 di mana saat itu lebih dari 300 orang tewas akibat tembakan gas air mata yang diarahkan polisi ke kerumunan massa.
Baca Juga: Gus Miftah Turut Doakan Korban Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang, Beliau Sampai Menangis
Seperti tidak belajar dari pengalaman pahit sebelumnya, penggunaan gas air mata yang dilarang oleh FIFA di stadion Kanjuruhan juga menimbulkan korban meninggal dunia di tempat lain.
Mayoritas korban yang meninggal diduga karena berdesak-desakan dan mengalami kekurangan oksigen.
Kejadian ini bermula usai kekalahan Arema FC atas Persebaya di Kanjuruhan.
Baca Juga: Operasi Zebra Progo 2022 Gunakan Tilang Elektronik, Ini Lokasi ETLE di Yogyakarta
Oknum supporter Arema kemudian tidak terima dengan kekalahan yang diterima kemudian masuk lapangan.
Bentrok antara suporter dan aparat keamanan di lapangan pun tak terhindarkan. Aparat keamanan kemudian juga melepaskan gas air mata untuk menghalau massa.
Tembakan gas air mata juga dilepaskan ke tribun penonton, sehingga banyak penonton yang panik dan akhirnya berdesak-desakan kekurangan oksigen.
Menanggapi tragedi yang sudah terjadi, pihak kepolisian pun akhirnya memberikan pernyataan.
Baca Juga: Putri Chandrawathi Ditahan, Begini Penjelasan Dari Kejaksaan Agung!
Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta mengatakan jika penembakan gas air mata yang dilakukan aparat telah sesuai prosedur. Itu adalah upaya untuk menghalau massa bertindak anarkis.