GORAJUARA - Lewat akun Instagram @najwashihab, Najwa Shihab menyatakan keprihatinannya atas tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan.
“Satu nyawa pun sudah terlalu banyak, sudah amat sangat banyak. APALAGI INI,” tulis mba Nana (panggilan akrab Najwa Shihab).
Benar. Satu nyawa itu amat berharga. Satu nyawa melayang hanya karena pertandingan si kulit bundar, tentu tidak sebanding.
Baca Juga: Kisah Pilu Seorang Ibu, Anaknya Jadi Korban Kericuhan Kanjuruhan Malang
Hal senada juga ditulis komika Kemal Palevi lewat akun resmi Instagramnya @kemalpalevi, “Kalau memang sepak bola lebih mahal ketimbang nyawa, negara ini lebih baik memilih hidup tanpa sepak bola.”
Bukan hanya keprihatinan, kritik pedas, bahkan tulisan bernada emosi nampak terlihat.
“Evaluasi, evaluasi, evaluasi. Klise? Jelas klise kalau evaluasinya cuma di permukaan. Apalagi kalau direaksi hanya dengan liga berhenti sesaat… lalu berlanjut seperti sedia kala, seakan semuanya baik-baik saja, hanya karena sudah mengeluarkan sanksi, sanksi dan sanksi,” ujarnya.
Pengalaman nampaknya mengingatkan Najwa Shihab. Berulangnya kasus kerusuhan di dunia sepak bola menunjukkan bahwa evaluasi, dihentikannya liga untuk sementara sesungguhnya bukan solusi.
“Tidak ada evaluasi jika responnya hanya menyalahkan dan menghukum mereka yang paling rentan, sama sekali tidak menyentuh mereka yang punya kewenangan, dan berakhir hanya dengan semata ucapan belasungkawa,” tambah mba Nana.
Mencari kambing hitam, memang cara yang paling mudah dilakukan. Atau menghukum mereka yang lemah, juga tak kalah mudahnya. Sementara mereka yang punya tanggung jawab dan kewenangan, bebas tersenyum. Bagaimana hukum ini tegak? Bagaimana sanksi hukum dapat membuat orang jera, jika seperti ini kondisinya?
“Ratusan nyawa yang hilang ini tragedi luar biasa besar. Ini bukan lagi tragedi bagi sepakbola Indonesia, ini sudah tragedi bagi bangsa Indonesia,” ujar mba Nana
Tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan sejatinya sudah masuk seperti kategori seperti bencana nasional, karena sudah memakan banyak nyawa.