Makam-Makam Bersejarah di TPU Terpadu Cikadut
Pemakaman Cikadut diperkirakan sudah ada sejak tahun 1909.
Salah satu makam tertua di sana adalah makam Ong Kwi Nio, yang bersebelahan dengan makam Tan Joen Liong, seorang luitenant Tionghoa di Bandung.
Makam ini memiliki desain yang mengingatkan kita pada rumah-rumah kolonial di Bandung pada awal abad ke-20, lengkap dengan dua pilar di beranda dan atap yang khas.
Tidak hanya makam Ong Kwi Nio dan Tan Joen Liong, TPU Terpadu Cikadut juga menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi Ibu Djuriah, seorang Tionghoa beragama Islam, serta sebuah makam keluarga yang menjadi korban kecelakaan.
Baca Juga: BRUMM! Rasakan Sensasi Balapan Gokart di Drift Inc Bandung, Kepoin Tempat dan Harganya di Sini...
Setiap makam di TPU ini memiliki cerita dan nilai sejarah yang tinggi, mencerminkan keragaman budaya dan agama yang ada di Bandung.
Area Kremasi dan Peran Yayasan Krematorium Bandung
Selain makam-makam bersejarah, TPU Terpadu Cikadut juga memiliki area kremasi yang didirikan oleh Yayasan Krematorium Bandung pada 14 Oktober 1961.
Yayasan ini didirikan oleh sembilan pedagang Tionghoa yang tinggal di Bandung, yang mengumpulkan dana sebesar Rp 15.000 untuk membangun krematorium.
Kesembilan orang tersebut adalah Tjon Way Lie, Oey Tjin Hon, Oey Tin Bouw, Tan Po Hwee, Tan Tjiauw Djien, Tjiao Tjin Host, Khuow Tjeng Loen, Tan Tek Jam, dan Lo Siauw Tjong.
Krematorium ini melayani proses kremasi sesuai tradisi Hindu dan Buddha, dengan tiga oven yang masih beroperasi hingga kini.
Area ini menjadi bagian penting dari TPU Terpadu Cikadut, memberikan layanan pemakaman yang sesuai dengan keyakinan dan tradisi masyarakat Tionghoa di Bandung.
Pentingnya Melestarikan Warisan Budaya TPU Terpadu Cikadut