Salah satunya adalah persoalan regulasi terkait sertifikasi guru penggerak yang menjadi syarat bagi Kepala Sekolah.
"Biar ada regulasi khusus untuk Kepala Sekolah yang sudah jadi Kepala Sekolah tapi belum memenuhi syarat dalam hal ini sertifikatnya sebagai guru penggerak. Tapi juga calon rakyat. Kepala Sekolah. Nah itu kalau boleh disuarakan oleh AKSI," papar Margarita.
Pendapatnya tentang Kurikulum Merdeka juga tidak kalah menarik. Baginya, kurikulum ini memberikan ruang bagi inovasi dan implementasi pembelajaran yang sesuai dengan konteks lokal.
"Pendapat saya tentang kurikulum Merdeka sih luar biasa ya karena memfasilitasi guru-guru untuk berinovasi, untuk mengimplementasi pembelajaran sesuai dengan kondisi konteksual, sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Sehingga dalam implementasinya guru-guru itu tidak kaku," ujarnya dengan antusias.
Dengan implementasi Kurikulum Merdeka, ia berharap generasi muda Papua, bahkan seluruh Indonesia, dapat menjadi generasi emas yang akan menciptakan masa depan gemilang bagi bangsa ini.
Dalam kesederhanaan narasinya, Margarita Abraham mewakili suara Papua yang memohon agar pendidikan tidak hanya menjadi hak, tetapi juga peluang bagi semua anak bangsa, tak terkecuali mereka yang berada di pelosok-pelosok terluar.
Rakernas AKSI bukan hanya sebuah pertemuan rutin, tetapi juga panggung bagi suara-suara yang selama ini jarang terdengar, termasuk suara harapan dari tanah Papua.
Semoga harapan-harapan ini menjadi pijakan bagi perubahan yang lebih baik dalam dunia pendidikan Indonesia.***