GORAJUARA - Dalam langkah yang diharapkan dapat mengakhiri gelombang ketegangan di Jalur Gaza, Hamas dan Israel telah menandatangani perjanjian gencatan senjata selama 4 hari.
Perjanjian ini membuka peluang bagi pertukaran tawanan antara kedua belah pihak, menciptakan harapan untuk memberikan kelonggaran bagi mereka yang telah terkena dampak langsung dari konflik yang berkepanjangan.
Dikutip dari Al-Jazeera, pihak Israel akhirnya mendukung perjanjian yang dimediasi oleh Qatar tersebut, setelah melalui proses pembicaraan yang panjang hingga dini hari pada Rabu, 22 November 2023.
Dari 38 anggota kabinet hanya tiga anggota yang menolak gencatan senjata, yakni Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir dan dua anggota partai politik sayap kanan lainnya.
Kesepakatan itu mengharuskan pihak Hamas melepaskan sedikitnya 50 perempuan dan anak-anak di bawah 19 tahun dalam tempo empat hari.
Sebagai imbalannya, Israel juga harus membebaskan 150 wanita dan anak-anak Palestina yang menjadi tawanan.
Selain itu dalam kurun waktu empat hari tersebut tidak ada serangan udara di bagian selatan dan utara selama enam jam perhari, pukul 10.00 pagi hingga 04.00 sore.
Selama periode tersebut, ada perjanjian untuk tidak menyerang atau menangkap siapapun di semua wilayah jalur Gaza.
Adapun pemberhentian semua tindakan militer oleh IDF di semua wilayah jalur Gaza harus dihentikan, termasuk pemberhentian pergerakan kendaraan militer yang memasuki jalur Gaza.
Ratusan truk dengan bantuan kemanusiaan, medis, maupun bahan bakar yang masuk ke semua wilayah di Jalur Gaza tidak boleh diserang dan tidak dihancurkan.
Melalui Instagram @redbrigadesorg, Hamas mengatakan jika mereka berjanji akan melakukan upaya untuk memulihkan hak-hak dan pembentukan negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.
Sembari menunggu perkembangan selanjutnya, dunia terus memantau dengan harapan agar momentum positif ini dapat membawa dampak positif jangka panjang bagi warga sipil Palestina yang selama ini hidup dalam kondisi sulit.***