Ke Mana Guru Penggerak Bergerak?

photo author
- Minggu, 12 Juni 2022 | 15:30 WIB
SMAN 2 Kuta Selatan Bali bersiap-siap menjalankan Kuriikulum Merdeka, siap menjadi penyelenggara Program Sekolah Penggerak pada 2022. (gorajuara.com/I Nyoman Tingkat)
SMAN 2 Kuta Selatan Bali bersiap-siap menjalankan Kuriikulum Merdeka, siap menjadi penyelenggara Program Sekolah Penggerak pada 2022. (gorajuara.com/I Nyoman Tingkat)

 

GORAJUARA - “Ke mana guru penggerak bergerak?”, itulah celetukan seorang birokrat di tengah-tengah obrolan santai di amben rumah seorang guru, yang sudah lebih dari 30 tahun mengabdi di dunia pendidikan. Celetukan itu menghujam jantung sang guru dan membuatnya melongo.

Selama ini Guru Penggerak padat kegiatan di luar satuan pendidikan pangkal (satminkal)-nya sehingga cibiran pun dikenakan padanya. Kritik itu bukan dinyatakan oleh orang di luar satminkal-nya, tetapi dikatakan oleh koleganya di sekolah sendiri. Lalu, bagaimana hal ini mesti disikapi di tengah Program Sekolah Penggerak dan Program Guru Penggerak yang lagi gencar-gencarnya dilaksanakan Kemendikbudristek ?

Pertama, sebagai Kepala Sekolah, saya menilai kritik itu sebagai bagian dari sikap peduli terhadap eksistensi guru penggerak yang baru berusia 2 tahun. Angkatan pertama Program Guru Penggerak dilaksanakan selama 9 bulan dengan mode daring saat awal Pandemi Covid-19. Di tengah Pandemi yang mencekam, Guru Penggerak tetap bergerak memukau tanpa kehilangan semangat juga tanpa mengabaikan tugas utamanya sebagai pendidik dan pengajar.

Baca Juga: SMAN 1 Kuta Bali Banjir Prestasi Dimasa Pandemi

Baca Juga: Peluang Terakhir Lolos ke Piala Asia 2023, Timnas Indonesia Hadapi Laga Hidup Mati

Kedua, sebagai guru penggerak seyogyanya menjawab kritikan itu dengan kerja nyata tanpa perlu berpolemik apalagi mengeluh. Berpolemik di tengah Pandemi Covid-19, selain berpotensi menimbulkan virus komunikasi yang tidak ada vaksinnya, juga berpeluang terjadinya gagal fokus. Bila gagal fokus, kerugian di depan mata. Solusinya, guru penggerak dituntut kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas, dan kerja ikhlas.

Ketiga, guru penggerak yang baik tentu lebih terhormat bila mampu menggerakkan sekolahnya sendiri ketimbang menggerakkan sekolah orang lain. Jangan sampai seperti pengalaman Malaysia yang berguru ke Indonesia pada awal tahun 1960-an, tetapi puluhan tahun kemudian Malaysia menjadi lebih maju pendidikannya daripada negeri gurunya. Pada awal tahun 2000-an giliran Indonesia berguru ke Malaysia soal pendidikan. Pasti ada yang keliru di sini.

Terlepas dari alasan di atas, Program Guru Penggerak yang digagas Mendikbudristek, Nadiem Makarim, kita apresiasi karena telah menggali potensi pendidikan Indonesia dari sumur peradaban anak negeri yang berbasis di Perguruan Tamansiswa. (Penulisan Tamansiswa serangkai menadakan hubungan menyatu antara taman dan siswa). Tahun 2022, genap seabad Tamansiswa yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta.

Baca Juga: SLBN Cicendo Heritage di Kota Bandung, Pengajaran Anak Tuna Rungu Sejak 1933

Baca Juga: Daihatsu Indonesia Masters 2022: Dua Wakil Indonesia di Final, Simak Jadwal Lengkapnya

Jika, Yogyakarta mendapat predikat sebagai kota pelajar memang sudah sepantasnya, karena di situlah pusat Perguruan Tamansiswa. Taman belajar bagi siswa karena keindahannya dengan bibit tanaman beraneka ragam puspa sebagaimana kehadiran siswa di taman yang beranekaragam pula dengan keunikan dan kehebatannya masing-masing. Di sinilah tugas guru, lebih-lebih guru penggerak menemukenali potensi anak secara optimal.

Dalam berbagai kegiatan webinar dan seminar (daring/luring) terkait Program Guru Penggerak dan Sekolah Penggerak, saya menjadi berbahagia karena kiblat program ini kembali ke Tamansiswa untuk membumikan Pendidikan Indonesia dengan marwah budaya dan kepribadian Indonesia, sesuai dengan konsep Trisakti Bung Karno khususnya, berkepribadian dalam kebudayaan.

Hal ini senapas dengan konsep Trikon Ki Hadjar Dewantara, yaitu konsentris (penyatuan), kontinuitas (kesinambungan), dan konvergensi (perpaduan). Sungguh gagasan yang sangat strategis dua tokoh bangsa yang memerdekakan negerinya dengan pijakan literasi yang luas dan kuat. Pembaca yang mampu membaca jiwa dan raga bangsanya, yang diterjemahkan oleh WR Supratman dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya : “… bangunlah jiwanya, bangunlah badannya…”

Baca Juga: Siswi MAN 2 Ponorogo Raih Beasiswa di Kanada, Lembaga Sains Pelajar: Yuk, Rajin Ikut OSN!

Baca Juga: Hasil WSBK Misano 2022 Italia: Alvaro Bautista Raih Juara Race 1

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Buddy Wirawan

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Membaca SE Mendikdasmen Nomor 14 Tahun 2025

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:24 WIB