Ida menjelaskan, Sekolah Penggerak itu merubah paradigma baru, yaitu bagaimana memberikan keleluasaan kepada tenaga kependidikan dalam memberikan bahan ajar sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Baca Juga: Ramadhan Sebentar Lagi, Mumpung Ada Kesempatan Segera Bayar Utang Puasa
“Jadi tidak ada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Tetapi setiap guru mata pelajaran memiliki target sesuai dengan kebutuhan siswa,” ujarnya.
SMA Negeri 18 Kota Bandung, tegas Ida, tiga tahun terakhir dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menerima jalur Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), dan dalam satu tingkatannya hanya menerima seorang siswa ABK.
“Angkatan pertama di kelas X dan XI ABK Autis dan kelas XII ABK Tunagrahita,” ujar Ida.
Baca Juga: Exit Tol KM 149 Gedebage Ditargetkan Aktif Tahun Ini
Kebetulan awal Agustus 2021, beber Ida, SMA Negeri 18 bekerjasama dengan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) dan Pendidikan Luar Biasa (PLB) Center, sehingga bisa melaksanakan program, salah satunya adalah pembuatan batik jumputan bagi ABK.
“Ternyata ABK juga bisa menghasilkan batik jumputan yang luar biasa. Siswa ABK langsung praktik di sekolah membuat batik jumputan,” ujar Ida.
Hasil karyanya, jelas Ida, kami tampilkan melalui channel YouTube sekolah. Dalam pendidikan inklusif, tidak fokus terhadap ketuntasan akademiknya, tetapi bagaimana ABK ini bisa diterima di kalangan teman-temannya.
“Sehingga mereka bisa tampil percaya diri dan bersosialisasi,” pungkasnya.***