Inti deklarasinya berjanji mendukung “pendirian negara bagi orang-orang Yahudi di Palestina”, sebagai strategi politik tersembunyi untuk memenangkan Perang Dunia I.
Dengan memberikan restu bahwa orang Yahudi boleh mendirikan negara di Palestina, pemerintah Inggris berharap bahwa pemodal Yahudi dapat membujuk Presiden Amerika Serikat saat itu, Woodrow Wilson, untuk membawa bala tentara AS dalam pusaran perang.
Inggris juga meyakini bahwa kaum Yahudi juga bisa merayu Perdana Menteri Rusia, Aleksandr Kerensky, agar juga memberikan dukungan serupa di Perang Dunia I.
Alasan lainnya, sebagaimana dikutip Gorajuara dari Foreign Affairs, letak Palestina yang strategis karena menghadap Mesir dan Terusan Suez menjanjikan berkah ekonomi di masa mendatang.
Pemerintah Inggris berpikir, jika tidak mengeluarkan deklarasi kepada orang Yahudi, maka Jerman akan merebut Palestina terlebih dahulu.
Mengapa Kontroversial?
Selain soal perjanjian tanah orang yahudi di pemukim Arab Palestina, Deklarasi Balfour merupakan salah satu dari tiga janji masa perang yang saling bertentangan dibuat Inggris.
Inggris telah menjanjikan kemerdekaan Arab dari Kekaisaran Ottoman dalam Korespondensi Hussein-MacMahon 1915.
Inggris juga berjanji kepada Prancis dalam perjanjian terpisah, Perjanjian Sykes-Picot 1916 bahwa mayoritas Palestina akan berada di bawah administrasi internasional.
Sementara wilayah lainnya akan dibagi antara dua kekuatan kolonial setelah perang.
Baca Juga: Benarkah Meniup Makanan Atau Minuman Panas Berbahaya Bagi Tubuh?
Bagaimanapun, perjanjian itu membuat Palestina di bawah pendudukan Inggris dan warga Palestina yang tinggal tidak akan memperoleh kemerdekaan.
Akhirnya, dalam Deklarasi Balfour memperkenalkan sebuah gagasan rumah nasional.
Gagasan ini belum pernah terjadi dalam hukum internasional.