GORAJUARA - Kantor desa bukan lembaga pendidikan. Dalam sosiologi pendidikan, sekolah punya karakteristik tersendiri berbeda dengan lembaga non pendidikan seperti desa.
Calon guru, pengambil kebijakan, wajib memahami nilai-nilai budaya yang berlaku di sekolah. Mengapa hal ini penting dipelajari, karena budaya di sekolah berbeda dengan di kantor desa.
Di sekolah tidak berlaku hukuman tetapi apresiasi. Berbeda dengan lembaga non pendidikan segala sesuatu diberlakukan dengan hukuman atau penghargaan.
Baca Juga: Belajar Jadi Orang Kaya Ala Erwan Sumirat...Investor Sukses Dari Bandung...
Cara kerja sekolah abad 21 sangat mengedepankan kreativitas dan inovasi. Pekerjaan di lembaga non pendidikan mengutamakan pada juklak dan juknis yang harus dipatuhi.
Sekolah identik dengan kreativitas dan inovasi, tindakannya kadang melampaui juklak dan juknis. Kreativitas dan Inovasi tidak menunggu legalitas hukum dan juknis.
Jika sekolah dilihat dari sudut pandang lembaga non pendidikan, pasti di sekolah akan ditemukan pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan, karena selalu ada kreativitas dan inovasi.
Baca Juga: Oknum LSM dan Wartawan Ngangangu Wae...Iraha Urang Rek Digawena....
Kreativitas dan inovasi kadang harus menabrak aturan, karena kreativitas dan inovasi tidak akan terjadi dalam sebuah lingkungan kaku dan ketat.
Lembaga-lembaga dengan aturan ketat akan melahirkan budak atau pemberontak. Pemberontak lahir dari kekecewaan berlarut-larut dan tidak tersalurkan.
Lembaga pendidikan yang diatur kaku dan ketat akan melahirkan generasi-generasi cemas. Kecemasan melahirkan sikap-sikap apatis, pesimis, dan stres berkelanjutan.
Baca Juga: Ada Fenomena Aneh di Finlandia...Bahagia Tapi Bunuh Diri...
Untuk itulah dunia pendidikan harus menjadi lembaga yang ramah dan nyaman terhadap segala kreativitas dan inovasi. Lembaga pendidikan harus dikelola secara profesional.
Lembaga profesional selalu punya organisasi profesi sehingga tidak sembarang orang bisa intervensi pada dunia pendidikan dengan sudut pandang non pendidikan.