GORAJUARA - Seorang mahasiswa mengemukakan bahwa kebutuhan di kampus yang tidak didapatkan di sekolah adalah kekayaan referensi ilmu dan tata cara menulis karya ilmiah.
Mahasiswa itu mengaku, kegiatan belajar dikampus lebih banyak membaca berbagai referensi, menyusun karya tulis, dan presentasi.
Mahasiswa mengaku bahwa salah satu pengalaman belajar di SMA sumber belajarnya terbatas pada buku paket, kurang mengenal sumber-sumber ilmu dari berbagai referensi.
Baca Juga: Hakim Punya Kewenangan Subjektif... SMAN 1 Bandung Untuk Kepentingan Publik...
Membaca dan menulis di tingkat SMA berbeda dengan tingkat dasar. Membaca dan menulis di SMA lebih pada pengayaan pada sumber-sumber ilmu dan tata cara menulis karya ilmiah.
Kualitas siswa-siswi SMA dapat terlihat ketika bacaan mereka berkualitas. Di media sosial kita menyaksikan anak-anak SD sudah membaca buku Atomic Habits.
Kualitas pendidikan dapat dinilai dari kebiasaan siswa-siswi membaca buku-buku berkualitas sesuai perkembangan zaman. Tingkat pendidikan seseorang dinilai dari berapa jumlah bacaan.
Baca Juga: Pemerintah Perhatikan Kembali Lembaga Pendidikan Guru... UPI dikenal Kampus Penghasil Guru...
Sangat mengkhawatirkan jika kualitas siswa-siswi SMA selama tiga tahun tidak ada satu buku referensipun selesai dibaca.
Buku paket yang ditulis berdasarkan proyek, kadang kualitas ilmunya tidak menggambarkan ilmu-ilmu terbaru. Guru-guru yang tergantung pada buku paket kadang membosankan siswa.
Sekolah seharusnya jadi tempat tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan. Guru sebagai inovator bertugas mengenalkan ilmu-ilmu terbaru yang sedang berkembang.
Baca Juga: Belajar Jadi Ayah dari KDM Gubernur Jawa Barat... Ajarkan Masalah Adalah Menu Kehidupan...
Guru yang baik mereka bisa mengenalkan ilmu yang rumit menjadi mudah. Guru yang baik bisa menumbuhkan semangat belajar sepanjang hayat siswa.
Sekolah hanya lembaga dan gedung, kualitas sekolah sangat ditentukan keberadaan guru-guru pembaca dan penulis. Guru-guru pembaca dan penulis adalah cermin kualitas pendidikan.