GORAJUARA - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa humas pemerintah harus berperan lebih dari sekadar penyampai informasi. Di era disrupsi digital dan maraknya disinformasi, humas harus menjadi garda terdepan dalam membentuk persepsi publik dan melawan hoaks yang semakin masif.
"Kita tidak bisa hanya reaktif, sekadar merespons ketika isu sudah berkembang liar. Kita harus proaktif, membangun narasi yang solid dan memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang benar sejak awal," ujar Meutya saat membuka Rapat Koordinasi dan Pelatihan Humas Pemerintah bertema Sinergitas Humas Pemerintah Mewujudkan Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045 di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Komunikasi dan Digital (Pusdiklat Kemkomdigi), Jakarta, Rabu, 26 Februari 2025.
Meutya menekankan, sinergi antarhumas pemerintah bukan sekadar kerja sama teknis, tetapi juga strategi nasional dalam mengelola narasi publik.
Baca Juga: Hasil Sidang Isbat Kemenag RI: Ramadhan 2025 Jatuh pada Tanggal 1 Maret, Besok Umat Islam Puasa
Ia mengibaratkan kerja humas seperti tim sepak bola tanpa koordinasi, strategi, dan eksekusi yang tepat, maka kekalahan dalam pertarungan opini publik tidak bisa dihindari.
"Kita tidak boleh membiarkan kebijakan pemerintah kalah oleh hoaks dan narasi liar yang dimainkan oleh segelintir pihak. Humas harus bersatu, satu suara, dan memastikan kebijakan pemerintah dipahami dengan baik oleh masyarakat," tegasnya.
Meutya menyoroti perubahan pola konsumsi informasi masyarakat yang kini lebih banyak mengandalkan media sosial.
Berdasarkan survei Katadata Insight Center (2022), 73 persen pengguna internet di Indonesia mengakses informasi melalui media sosial.
Sementara itu, survei IDN Research Institute (2025) mencatat bahwa 43 persen Millennial dan Gen-Z lebih percaya informasi yang mereka dapat dari media sosial dibandingkan media konvensional.
"Oleh karena itu, kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan cara lama. Humas pemerintah harus lebih kreatif, inovatif, dan mampu beradaptasi dengan pola konsumsi informasi masyarakat," kata Meutya.
Menurutnya, akses terhadap informasi yang benar bukan hanya kebutuhan, tetapi juga hak asasi manusia yang dilindungi oleh undang-undang.
"Jika ada yang menyebarkan informasi yang salah, kita tidak boleh diam. Kita harus lawan bersama-sama," tambahnya.
Di era konvergensi media, Meutya mengutip pemikir komunikasi Marshall McLuhan yang menyatakan teknologi komunikasi membawa dampak sosial dan budaya yang luas.