GORAJUARA - Mendikbud Ristek Nadiem Makarim mengatakan ada tiga dosa pendidikan, yaitu perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi. Tiga dosa itu berkelindan dengan isu radikalisme, terorisme, hoax di segala lini, penculikan anak seakan tidak pernah hilang. Isu-isu itu makin santer menjelang tahun politik dan tumbuh subur saat pandemi Covid-19 seiring dengan revolusi industri 4.0. Lalu lintas komunikasi dan informasi berseliweran tanpa kendali. Kearifan peribahasa, ”mulutmu harimaumu” telah berubah menjadi “jarimu harimaumu”, sebagai bentuk komunikasi nyaris tanpa konfirmasi.
Tiga dosa pendidikan itu sesungguhnya sudah diantisipasi melalui regulasi antara lain Permeneg Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 8 Tahun 2014 tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak. Selain itu juga ada Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang pencegahan perundungan di sekolah, dan Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang pakaian seragam bagi peserta didik.
Walaupun demikian, tiga dosa pendidikan masih menjadi kekhawatiran Mas Menteri Nadiem. Sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak boleh diam dengan kondisi ini. Sekolah mesti berinisiatif tampil mencerahkan dan mencerdaskan masyarakat agar tidak terjebak pada isu yang menebar kebencian untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Sekolah seyogyanya mengembangkan visi mewujudkan komunitas pembelajar yang berkecerdasan, berbudaya, dan berdaya saing dengan motto Wiweka Jaya Sadhu (arif bijaksana dalam memenangkan persaingan berdasarkan budaya bangsa).
Baca Juga: Sepi Job, Persatuan Dukun Indonesia Melaporkan Pesulap Merah ke Polisi
Baca Juga: Film Keramat 2: Caruban Larang Segera Tayang Tahun Ini!
Visi ini juga digunakan sebagai dasar untuk menepis berbagai isu negatif yang melanda bangsa. Komunitas di dalamnya dibekali dengan semangat hidup dalam perbedaan, yang berasal dari berbagai etnik, budaya, gender, agama yang beragam. Perbedaan itu dikelola agar menjadi berkah bagi kemajuan sekolah dengan tampil inklusif, menempatkan nilai-nilai kemanusiaan (humanistik universal) di atas perbedaan golongan. Sekolah berusaha memerdekakan lahir batin siswanya.
Perbedaan disatukan oleh kesamaan kepentingan belajar untuk menuntut ilmu mewujudkan cita-cita sebagai bekal hidup dan membangun bangsa sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Komunitasya bekerja melayani, tidak saja pada siswa, tetapi juga melayani diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan Negara. Mengapa ? Karena mereka tidak terlepas dari lingkungan sosial masyarakatnya sehingga harus tetap berinteraksi memenuhi kewajibannya sebagai warga Negara. Pelayanan kepada siswa adalah ibadah kepada Tuhan sebagai makhluk beragama dengan prinsif bahwa semua manusia bersaudara. Tradisi Hindu menyebut Vasudevam Khutum Bhakam.
Begitulah perbedaan yang tidak mungkin dihindari di komunitas sekolah yang berada di daerah urban seiring dengan berkembangnya kawasan wisata. Semangat multikultur hidup berdampingan sesuai dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Bung Karno (1 Juni 1945) menyebutkan ke-Tuhanan yang berkebudayaan, ke-Tuhanan yang berbudi pekerti luhur, ke-Tuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Pandangan Bung Karno ini dipertegas oleh Latif (2019 : 62) dengan mengatakan hidup religious dengan kerelaan menerima keragaman yang telah lama diterima sebagai kewajaran oleh penduduk Nusantara. Oleh karena itu, Bung Karno mengingatkan, Kalau menjadi Hindu janganlah menjadi India, Kalau menjadi Islam janganlah menjadi Arab, kalau menjadi Kristen janganlah menjadi Yahudi. Jadilah Hindu, Islam, Kristen Nusantara.
Baca Juga: Dijuluki Menteri Komentator, Mahfud MD: Memang Tugas Saya
Nilai-nilai universal Nusantara ini bagi Bung Karno adalah modal budaya yang terus-menerus dibumikan untuk menjaga NKRI dari berbagai terpaan. Negara ini butuh keselamatan lahir batin agar menjadi negara sehat sejahtera, bahagia, adil dan makmur, harmoni dalam keberbhinekaan (Unity in diversity). Sebab, secara historis, hidup religius dengan kerelaan menerima keragaman telah lama diterima sebagai kewajaran oleh penduduk Nusantara (Latif, 2019 : 62).
Inilah renungan bersama menyambut 77 Tahun Kemerdekaan RI yang mengusung tema ”Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat”. Salam Merdeka!.***