Siswa diajak berdialog untuk melihat kenyataan perbedaan keyakinan yang bisa hidup rukun karena komunikasi selalu terjalin secara humanistik.
Siswa dilatih keterampilan komunikasi lintas agama dengan tetap memerhatikan parameter berkomunikasi. Melalui dialog ini, siswa dapat melatih kemampuan berpikir kritisnya dengan argumentasi yang jelas dan terukur berdasarkan nalar.
Kreativitas pun terfasilitasi saat program “Sadhar Nama” digelar. Saat Puasa misalnya, musik Qasidah dihadirkan, Koor kebaktian diperdengarkan saat Natal bersama, drama kelahiran Yesus dipentaskan dan skenarionya disiapkan oleh para siswa. Lalu saat Dharma Shanti Nyepi tari Bali dipentaskan dan pembacaan Sloka diperdengarkan yang semuanya melibatkan kreativitas siswa.
Secara keseluruhan Program “Sadhar Nama” diniatkan untuk menguatkan karakter bangsa sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila untuk keluar dari tiga dosa Pendidikan, yaitu perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi.
Sebagai program berskala lokal, ini adalah teladan kecil dari sekolah di desa dengan dana terbatas. Sekolah tidak boleh menyerah sebagai pusat kebudayaan, sesuai dengan visi pemajuan kebudayaan nasional : Indonesia bahagia berlandaskan keanekaragaman budaya yang mencerdaskan, mendamaikan, dan menyejahterakan rakyat Indonesa seluruhnya.