GORAJUARA - Apa bedanya guru zaman kolonial Belanda dengan guru abad 21. Kita simak penjelasan di bawah ini, apakah kita sudah menjadi guru sesuai zamannya.
Pendidikan zaman kolonial dijelaskan Dirjen GTK Iwan Syahril dengan gamblang. Kemudian beliau membandingkan dengan pendidikan berdasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara.
Penjajahan kolonial Belanda diakui telah memengaruhi guru dalam mendidik. Tidak terasa sistem pendidikan zaman kolonial Belanda memebri pengaruh pada gaya kita dalam mendidik.
Baca Juga: Ruh PPDB 2022, Menyerap Seluruh Warga Negara Akses Dunia Pendidikan
Sistem pendidikan zaman kolonial dilakukan dengan perintah dan sanksi. Tanpa sadar cara ini masuk pada cara kita mengajar.
Di sekolah masih ada yang memberlakukan sangsi hukuman. Murid diperlakukan seperti para kompeni memperlakukan bangsa Indonesia sebagai jajahan.
Murid mendapat hukuman fisik, lecehan, dan direndahkan. Penghargaan yang terlalu pada ranah kognitif melalui sumatif, menciptakan stigma-stigma negatif pada murid.
Baca Juga: Membaca Gagasan Gerakan Pilih Guru Sebagai Gerakan Moral
Guru zaman kolonial Belanda, menguji murid dengan soal-soal kognitif semata, sehingga mereka fokus memelajari kisi-kisi untuk menjawab soal bukan mengembangkan kapasitas dirinya.
Guru zaman kolonial Belanda, mengabaikan kecakapan sosial, emosional dan spiritual. Murid dihakimi sebagai produk gagal dan direndahkan.
Guru zaman kolonial Belanda, memberlakukan pendidikan disktrimintaif dengan mengelompokkan murid melalui perangkingan, status ekonomi, dan status keluarga. Pengajaran sangat kognitif dan materialistik.
Baca Juga: Refleksi Program Shalat Dhuha 12 Rakaat, Dhuha Menjadi Pengalaman Rasa Para Wanita
Guru abad 21 selaras dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang menggagas pendidikan humanis dengan sistem among, ingarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani.
Guru abad 21 mengajar dengan mengedepankan keteladanan, memberi contoh dan menjadi idola para murid. Guru abad 21 sangat inspiratif dan selalu memotivasi murid.