GORAJUARA- Seorang pengguna media sosial Twitter dengan nama penggunanya @EA_books, membagikan beberapa perbedaan antara Jawa Bebasan dan Jawa Ngoko yang ternyata banyak dilupakan oleh generasi muda.
Di satu sisi, bebasan lebih aspiratif, resmi, dan seperti topeng. Terdengar mengalun, berirama, dan banyak suku kata.
Bahkan, karena ia berirama dan terkesan sopan, bahasa Jawa bebasan disebut juga sebagai bahasa priyayi atau kyai.
Ia merupakan sub-bahasa Sanskerta yang dikembangkan dalam struktur bahasa Jawa, untuk menekankan hierarki dalam masyarakat.
Baca Juga: DIY Pemutih Gigi, Hoaks atau Asli
Sebagai bentuk tata krama, ia menjadi bahasa kehormatan, karena itu mengutamakan hierarki sosial.
Pemakaian bahasa bebasan oleh seseorang memerlukan tingkat pendidikan yang tinggi dan prestise sosial.
Bebasan menekankan rasa berjarak (ruang hierarkis) dalam masyarakat Cirebon.
Di samping itu, bahasa Jawa ngoko lebih bersifat privat, sinis, bergairah, seperti hati.
Bahasa ini bisa saja terdengar lugas, tajam, jenaka, dan sensual.
Baca Juga: Belajar dari Persahabatan Rasul dengan Pemeluk Agama Lain
Ngoko berusaha meniadakan hierarki sosial dan menghadirkan kesetaraan.
Keduanya saling melengkapi dan terlibat dalam pemahaman masing-masing.
Menariknya, Anderson melihat bahasa ngoko sebagai bahasa asli, manakala orang Cirebon berpikir dan berbicara kepada anak-anaknya.