GORAJUARA - Pemerintah melalui kementerian pendidikan dasar dan menengah telah memberlakukan Tes Potensi Akademik yang menjadi ukuran masuk perguruan tinggi.
Menurut Sekjen DPP AKSI Dr. Toto Suharya, S.Pd. M.Pd, menanggapi pemberlakukan Tes Potensi Akademik (TPA) sebagai hal biasa dalam dunia pendidikan. Apapun kebijakannya tidak ada masalah.
Namun Sekjen DPP AKSI menyarankan pada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah bisa menghindari dampak psikologis dengan diberlakukannya TPA.
Baca Juga: Kongres AKSI V dilaksanakan di Bandung... Isu Penguatan Kepemimpinan Kepala Sekolah...
Dikhawatirkan dengan diberlakukannya TPA, fokus pendidikan bergeser kembali pada kecerdasan akademik. Dampaknya guru-guru mengajar dengan memberi latihan soal metode drealing.
Khawatir juga soal-soal yang diujikan fokus pada kemampuan akademik level rendah. Sedangkan kualitas pendidikan kita dinilai rendah dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Selanjutnya, Sekjen DPP AKSI menyarankan kepada pihak perguruan tinggi dalam seleksi masuk perguruan tinggi tidak fokus pada kemampuan akademik.
Metode seleksi harus lebih holistik dengan memeprtimbangkan berbagai kecerdasan murid-murid. Jika murid masuk jurusan bahasa Jepang, selain akademik dilihat juga kemampuan bahasanya.
Jangan sampai lulusan sarjana bahasa Jepang tidak pasih bahasa Jepang. Lulusan sejarah tidak suka membaca dan menulis, atau sarjana ekonomi tidak mengerti cara investasi di pasar modal.
Kampus dapat melihat kemampuan non akademik merujuk pada jurusan yang akan dimasuki dengan melihat portofolio murid selama di sekolah, dilengkapi wawancara.
Baca Juga: Ilmu Yang Dibutuhkan Siswa... Ada dalam Pembelajaran Kokurikuler...
Setiap jurusan di perguruan tinggi dapat melihat potensi-potensi lulusan murid-murid sekolah di seluruh Indonesia, dengan membuat sistem penerimaan mahasiswa yang lebih kreatif.
Dengan sistem penerimaan mahasiswa holistis, pendidikan tidak akan terjebak lagi pada nilai akademik, dan potensi murid-murid yang beragam akan berkembang karena dihargai.