GORAJUARA - Pada hari raya idul fitri 1446 Hijriah, banjir terjadi dibeberapa daerah di Indonesia. Saatnya kita merenung agar benar-benar menjadikan gunung, sungai, sebagai tempat sakral.
Saatnya, dunia pendidikan lebih serius mengajarkan tentang sakralitas gunung dan sungai. Gunung dan sungai adalah lambang kesejahteraan masyarakat.
Tidak ada lagi toleransi pada prilaku-prilaku penyerobotan dan pengrusakan hutan. Gunung-gunung, bukit, yang berfungsi sebagai resapan harus dikembalikan pada fungsinya.
Baca Juga: Penelitian Adalah Cara Untuk Menyelesaikan Masalah... Pola Pikir Ini Harus di Latih di Sekolah...
Bangunan-bangunan yang sengaja menutup dan mempersempit sungai harus dipidanakan sebagai tindakan kriminal. Buang sampah di sungai adalah prilaku biadab harus mendapat sanksi tegas.
Tidak ada lagi kucing-kucingan dengan petugas mengakali alih fungsi hutan, lahan resapan, ruang terbuka hijau, sungai, beralih fungsi menjadi tempat hunian, dagang, dan kedok wisata.
Para ulama melalui MUI harus segera membuat fatwa agama tentang prilaku-prilaku sangat dilarang ajaran agama yaitu merusak hutan, alih fungsi hutan untuk kepentingan lain.
MUI juga harus segera memfatwakan haram pada prilaku buang sampah ke sungai, dan wajib bagi setiap penganut agama untuk mengolah sampah mejaga kelestarian alam.
Dunia pendidikan formal melakukan gerakan bersama untuk mengajarkan dan terus mengampanyekan pola hidup sehat sebagai gaya hidup warga masyarakat berpendidikan.
Dunia pendidikan formal sangat strategis dapat melakukan gerakan secara masif, bersama-sama melakukan perubahan cepat mengubah mindset siswa sebagai penjaga kelestarian alam.
Proyek-proyek pembelajaran diarahkan untuk membangun kesadaran hidup bersahabat dengan alam dengan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari hari di sekolah dan rumah.
Kegiatan-kegiatan seremonial dihilangkan menjadi gerakan-gerakan aksi nyata sebagai bentuk pendidikan karakter berbasis praktek dan berdampak pada lingkungan.***