Sekolah Defisit Ilmu Pengetahuan... Ilmu Yang Diajarkan Tidak Relevan Zaman...

photo author
- Sabtu, 26 Oktober 2024 | 18:04 WIB
Kunjungan Siswa Kepada Tokoh Dalam Kegiatan Mini Proyek (GoraJuara.com/dok AKSI)
Kunjungan Siswa Kepada Tokoh Dalam Kegiatan Mini Proyek (GoraJuara.com/dok AKSI)

GORAJUARA - Sekolah defisit ilmu pengetahuan, dikatakan oleh Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Sekjen DPP AKSI. Alasan sekolah defisit pengetahuan karena pengajaran tidak kontekstual.

Buku teks yang mendominasi isi perpustakaan, berisi materi keilmuan tanpa berkaitan dengan keseharian. Ilmu mata pelajaran diajarkan tidak berkaitan dengan penyelesaian masalah hidup. 

Ilmu-ilmu bermanfaat seperti ekonomi pasar modal lokal dan global, energi terbarukan, perubahan energi fosil ke listrik, kemiskinan, pengangguran, tidak disajikan dari sisi keilmuan.

Baca Juga: Perpustakaan di Sekolah Mengalami Keterbelakangan Mental... Supervisi Perpustakaan...

Ketika Israel melakukan genosida di Palestina, materi sejarah, PKn, Sosiologi, Geografi, tidak menyajikan kasus kemanusian ini menjadi topik belajar, karena buku paket isinya kadaluarsa.

Di Era teknologi informasi, siswa harus diajak merdeka belajar. Sebagai warga dunia mereka harus diajak bersuara untuk menghentikan genosida dikemas dalam bahasa kontruktif dan rasional.

Suara-suara kemanusiaan bisa dinarasikan oleh siswa melalui berbagai macam cara di media sosial. Siswa dilatih untuk menarasikan ide-ide kreatif dengan santun dan inspiratif.

Baca Juga: Kurikulum Merdeka Lanjutkan... Alasannya Rasional...

Ketika Kota Bandung mengalami masalah sampah, banjir cileuncang, materi pelajaran dari berbagai sudut pandang harus detail membahas sampah dan banjir.

Siswa harus diajak untuk tahu masalah sampah berbasis fakta. Berapa jumlah sampah dihasilkan, kemana sampah dibuang, dengan cara apa sampah diolah. 

Jenis sampah apa yang paling banyak merusak lingkungan, berapa beban anggaran negara untuk mengolah sampah. Siswa harus diajak literasi melalui berbagai macam cara.

Membaca buku, jurnal, wawancara, obervasi lapangan, menghubungi dinas pemerintah terkait, dan memyusunnya dalam sebuah laporan tertulis dan terstruktur.

Setelah memahami sebab dan akibat sebuah permasalahan, siswa dituntut untuk mengemukakan ide kreatif untuk memecahkan masalah sampah. 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Muhammad Plato

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Membaca SE Mendikdasmen Nomor 14 Tahun 2025

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:24 WIB