GORAJUARA - Andai saja penduduk Indonesia punya budaya baca yang tinggi, tentu para penulis tidak perlu khawatir tulisannya tidak dibaca.
Jika masyarakat Indonesia memiliki sikap well informed (terbuka dengan segala informasi), tentu content creator tidak perlu cemas tulisannya tidak ditoleh.
Dalam buku Menggenggam Dunia, Bukuku Hatiku karya Gola Gong diceritakan tentang masyarakat Jepang. Masyarakat Jepang selalu punya keinginan untuk menuliskan kisah hidupnya, baik dia seorang public figure maupun masyarakat biasa.
Baca Juga: Curhatan Marko Simic hingga Alasan Dirinya Tega Tinggalkan Persija
Tingginya budaya tulis mereka, karena learning society (masyarakat senang belajar) dan well informed (terbuka dengan segala informasi).
Budaya baca negara Jepang memang luar biasa. Para orang tua sudah membiasakan buah hatinya membaca sejak kecil.
Menurut orang Indonesia yang sudah 10 tahun tinggal di sana, membaca bukan saja kegiatan yang terkait dengan belajar di sekolah dengan segala tugas-tugasnya.
Baca Juga: YUK! Wujudkan Kebiasaan Baik Saat Bersepeda
Aktivitas membaca dapat terlihat di bus, kereta api, taman-taman kota, di cafe dan restoran saat tunggu pesan. Membaca sambil duduk, bahkan juga sambil berdiri.
Budaya baca ini juga diperkuat dengan aktivitas penerjemahan buku-buku berbahasa asing. Beberapa Minggu setelah buku berbahasa asing terbit, buku terjemahannya berbahasa Jepang pun terbit.
Jumlah toko buku di Jepang sama banyak dengan toko buku yang ada di Amerika. Padahal wilayah AS lebih luas berpuluh-puluh kali luas negara Jepang. Penduduknya pun dua kali lipat penduduk Jepang.
Oh ya, yang lebih mengagumkan lagi, setengah dari toko buku yang ada itu merupakan toko buku bekas. Sehingga masyarakat dapat membeli dengan harga murah.
Sebenarnya umat Islam pun tidak kalah dengan orang Jepang. Dari landasan ideologinya, syariatnys serta teladan-teladanya menunjukkan bahwa kaum muslimin bisa kembali menjadi umat yang jadi teladan bagi yang lain dalam hal budaya baca, menuntut ilmu dan seterusnya.
