GORAJUARA - Salah satu senjata mematikan yang ebola punya adalah protein Glikoprotein 1,2 yang memicu persimpangan adherens dari dua sel endotelium (sel yang menyusun dinding pembuluh darah) untuk membuka lebar.
Padahal, respons peradangan secara umum yang memicu perenggangan kerapatan dinding pembuluh darah hanya mampu mengeluarkan sel darah putih saja, tapi Ebola justru membuat dinding pembuluh darah terbuka lebar, menjadikannya bocor.
Apa yang terjadi selanjutnya? yap, perdarahan dalam.
Baca Juga: Jadwal Bioskop Trans TV Hari Ini, Minggu 28 November 2021. Berikut Link Live Streaming
Baca Juga: Ramalan Zodiak Hari Ini, Edisi Minggu 28 November 2021
Tidak hanya itu saja. Di tempat yang berbeda, pada waktu yang sama, monosit yang sudah terserang tadi (bersamaan dengan makrofag yang juga terinfeksi) melepas sinyal palsu pada pembuluh darah untuk mengeluarkan cairan menuju ruang antarsel.
Seharusnya, sinyal yang dikeluarkan oleh monosit dan makrofag merupakan respons yang wajar (karena ada infeksi, sel darah putih yang ada di dalam pembuluh darah harus keluar ke ruang antar sel untuk membereskan infeksi). Tapi pada kasus ini, justru berubah menjadi malapetaka.
Sel darah putih yang dikeluarkan dari pembuluh darah bersama cairan tubuh yang lain mengira bahwa ada serangan di lokasi terjadinya panggilan.
Baca Juga: Anak Penjual Gula Aren Keliling Masuk Lembah Wayang Kini Jadi Anggota TNI
Baca Juga: Lantik Pengurus DPD Golkar Indramayu, Ace Hasan: Segera Tuntaskan Konsolidasi
Peperangan pun dimulai. Inilah yang biasa kita kenal sebagai peradangan yang ditandai oleh adanya lebam, bengkak, panas, dan nyeri pada luka.
Tapi, sel darah putih ini mau menyerang siapa? bukankah sinyal yang ia terima merupakan sinyal palsu?
Akibatnya sel darah putih menjadi kebingungan. Ia akhirnya mengirimkan sinyal untuk melepaskan lebih banyak cairan ke dalam lokasi peradangan.
Perdarahan dalam akibat senjata mematikan glikoprotein Ebola bersinergi penuh dengan perdarahan yang diakibatkan oleh peradangan berlebihan.
