Dari dalil tersebut, maka ada yang menafsirkan hari nahas itu jatuh di hari Rabu terakhir bulan safar.
Orang meyakini di hari itu, harus lebih berhati-hati, bahkan tidak melakukan perjalanan jauh, dan lebih dianjurkan tinggal di rumah sambil memanjatkan doa-doa sebagai penolak bala.
Baca Juga: Boyong 27 Penghargaan Subroto 2021, PLN Dorong Perdagangan Karbon Untuk Penurunan Emisi
Bahkan, orang-orang zaman dulu dan mungkin sebagian orang zaman sekarang masih mempercayai hal itu, sehingga berbagai bentuk aktivitas maupun niatan tidak dilaksanakan di bulan safar.
Seperti melaksanakan hajatan pernikahan, khitanan, memulai usaha hingga membangun rumah, karena diyakini bulan Safar akan mendatangkan malapetakan bagi orang yang melakukan kegiatan itu.
Kepercayaan atau keyakina itu, bahkan berlaku hingga turun-temurun dan sampai hari ini. Lalu bagaimana kebenarannya? Wallahu a'lam bish-shawabi.
Padahal Nabi Muhammad SAW jelas-jelas membantah terkait bulan Safar sebagai bulan yang mendatangkan kesialan atau musibah.
'Walaa safar', sabda Nabi Muhammad SWA seperti diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Walaa safar yang artinya tidak ada kesialan di bulan safar.
Hadist lain menyebutkan: “Janganlah kalian cela masa karena Allah SWT yang mengatur masa” (hadist riwayat muslim).
Baca Juga: Wanita Karier, Sehat Mental Sehat Finansial
Dari hadist di atas jelas disebutkan, bahwa bulan safar termasuk bagian dari masa. Begitu pun dengan hari Rabu bagian dari masa.
Nah, jika kita masih menganggap hari Rabu atau 'Rebo wekasan' pada bulan terakhir bulan Safar sebagai hari sial yang mendatang musibah dan marabahaya, itu adalah sangat keliru.
Dan tidak percaya dengan Allah SWT yang telah menciptakan dan mengatur masa tersebut, dan sangat bertentangan dengan sabda Nabi Muhammad SAW.
Baca Juga: Galau karena Putus Cinta, Inilah Tips Menghadapinya