GORAJUARA - Seorang relawan gempa bumi di Cianjur bercerita tentang tidak enaknya, tidak nyamannya jadi seorang relawan.
Seorang relawan itu harus kuat. Kadang evakuasi gotong korban, panggul logistik puluhan kg, kadang berjalan kaki hingga berkilo meter, terkadang naik turun bukit dan gunung, bawa perlengkapan rescue.
Hadir di lokasi gempa, memang penuh resiko. Terlebih lagi bagi para relawan. Karena mereka masuk ke reruntuhan, masuk lumpur, jalan becek dan licin, masuk sungai dan rawa, manjat bangunan dan pohon.
Bagi yang biasa mandi secara rutin, siap-siap menghadapi kondisi yang berlawanan, jika jadi relawan. Karena seorang relawan menuntut untuk jarang mandi. Tidak mandi bahkan hingga berhari-hari.
Baju, celana, pakaian dalam, semuanya kotor, nggak sempat ganti, tidur di sembarang tempat diterpa terik matahari, hujan dan bila malam tiba rasa dingin menyerang.
Untuk mandi, buang air kecil, BAB, tidak semudah seperti di rumah. Harus mengantri. Harus menahan kantuk, tidak boleh mengeluh, badan capek dan pegal-pegal
Baca Juga: Adik Vanessa Angel, Mayang Lucyana Lakukan Operasi Plastik, Netizen Malah Sindir Sang Ayah
Jadi relawan tidak ada enak-enaknya. Harus makan seadanya, tidak bisa memilih menu. Harus sering begadang dan bangun di pagi buta. Jam enam pagi, jadwalnya briefing. Kalau terlambat ada sanksinya.
Tapi aneh, menurut si relawan yang menceritakan kisah ini, mengapa makin banyak orang yang ingin dan semangat jadi relawan.
Melihat kondisi fakta sebagai relawan, tentu tidak ada yang mau hidup seperti itu. Hidup seolah seperti menyiksa diri. Jika bisa memilih untuk tidak menyiksa diri, mengapa harus dipilih kehidupan menyiksa diri?
Baca Juga: Rumah Tangga Amanda Zahra Dikabarkan Hancur Akibat Kehadiran Pihak Ketiga yang Juga Sesama Artis
Tapi jika melihat sabda Rasulullah saw, “Allah akan menolong hamba-Nya, selama hamba-Nya ini menolong saudaranya,” maka siapa yang tidak ingin memperoleh pertolongan Allah? Pertolongan Allah tidak ada yang dapat menghalanginya.