GORAJUARA - Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri membongkar kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari tiga kasus narkotika di tiga tempat kejadian perkara (TKP) hingga mencapai ratusan miliar.
Ketiga TPPU tersebut adalah Bali, Medan dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
TPPU pertama berasal dari kasus peredaran narkoba jenis ekstasi di Bali yang terjadi pada 2002 lalu.
Baca Juga: NAVI Harus Rela Pulang Membawa Rp 430 Juta dalam M3 World Championship
Dari TPPU itu seorang manager club karaoke berinisial ARW ditangkap polisi.
Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Pol Krisno Siregar menyebutkan, kasus ini sudah diungkap sejak 2017 lalu.
Krisno menjelasakan, ARW diketahui melakukan bisnis narkoba jenis ekstasi dan mengedarkannya di tempat dia bekerja.
Baca Juga: Alex Marquez Puas Usai Uji Motor RC213V, Persiapan MotoGP 2022
"Saat ditangkap, ia menjabat sebagai manajer," kata Krisno dalam konferensi pers pada, Kamis 16 Desember 2021.
Dari tangan tersangka ARW, tandasnya, penyidik melakukan penyitaan berupa rumah dan aset tanah yang tersebar di Medan, Bali dan Nusa Tenggara Barat.
Kasus kedua di Medan dengan tersangka berinisial HS yang berperan sebagai pengendali kurir.
Baca Juga: Dapat Calon Adik Ipar dari Malaysia, Irish Bella: Welcome to The Family
"Dari hasil pemeriksaan, HS memerintah dua orang bernama Dodi dan Rudi untuk menerima sabu di Medan," ujarnya.
Keduanya diminta untuk menyerahkan sabu tersebut ke NHF sebanyak 20 kilogram dan 9 kilogram di Malang.
"HS diketahui melakukan peredaran narkoba sejak 2015 lalu sampai September 2021," katanya.
Baca Juga: Gamelan Resmi Jadi Warisan Budaya Dunia, Nadiem Makarim Sampaikan Apresiasi
"Kita menyita sejumlah aset dari HS, mulai dari rumah, mobil Lexus, tanah dan bangunan hingga rekening yang digunakan sebagai sarana transaksi pembayaran narkoba," lanjut Krisno.
TPPU ketiga terjadi di Yogyakarta, dan narkotika tersebut berasal produksi peredaran gelap obat keras ilegal di dua pabrik yang berada di Bantul dan Sleman.
Dari lima tersangka dan alat bukti, ungkap Krisno, penyidik menemukan adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dimulai sejak masukknya pembayaran penjualan obat ilegal pada 6 Februari 2019.
Baca Juga: Omicron Sudah Masuk ke Indonesia, Jokowi Minta Jangan Panik
Hasil penjualan itu, tambahnya, masuk ke rekening penampung SD, EP alias Y dan DSR. Kemudian, uang ini digunakan untuk kepentingan pribadi hingga membeli mesin produksi.
"Kami mendapat uang dari salah satu tersangka senilai 2 juta dollar Singapura, uang Rp2,75 miliar dan beberapa rekening," ujarnya.
Dari tiga pengungkapan kasus tindak pidana pencucian uang, penyidik kemudian berhasil menyita barang bukti berupa uang dan aset dengan total nilai Rp338.899.998.583 atau Rp338 miliar.