GORAJUARA - Dongeng Cinta dan Pariwisata di SMA Negeri 2 Kuta Selatan digelar serangkaian kegiatan Pasraman Kilat mengisi libur kenaikan kelas (Jumat, 16/2023).
Dongeng yang diinisiasi oleh maestro dongeng dari Sanggar Kukuruyuk Denpasar, I Made Taro ini mampu membius seluruh peserta pasraman kilat yang diikuti siswa Kelas 12.
Menurut I Made Taro, pilihan dongeng yang dikolaborasikan antara permainan tradisional dengan musik tingklik (musik bambu) dengan puisi berbahasa Indonesia dan puisi berbahasa Bali dengan tema cinta dan pariwisata terasa menyentuh dan mengena.
Baca Juga: Belajar Bersama Maestro Made Taro Dari Sanggar Kukuruyuk
“Cinta dipilih karena siswa SMA masanya saling jatuh cinta. Namun, karena cinta itu buta, hati-hatilah. Lebih-lebih SMA Negeri 2 Kuta Selatan berada di kawasan wisata Nusa Dua yang sudah mendunia. Perlu disikapi dengan arif dan bijaksana, seperti itik yang mampu memilah dan memilih makanan di lumpur. Atau, teratai yang akar dan batangnya di lumpur, tetapi bunganya mekar berseri tanpa noda”, kata Made Taro pensiunan guru SMA Negeri 2 Denpasar, yang kini menapaki usia 84 tahun.
Dalam usia sepuh, ia kompak bersama anak dan cucu bersetia di jalur dongeng dengan permainan tradisional diringi musik tingklik dari bambu bekas.
Seluruhnya digali dari tanah Bali diberikan sentuhan modern dengan adonan nasional berbumbu global sehingga permainan dongengnya terasa kekinian memenuhi selera lokal, nasional.
Global. Inilah yang disebut konvergensi oleh Ki Hadjar Dewantara.
Nuansa perpaduan itu tampak nyata dalam acara mendongeng serangkaian Pasraman Kilat di SMA Negeri 2 Kuta Selatan.
Dari diksi bahasa yang dipilih (bahasa Bali, Indonesia, dan Inggris) lalu tembang yang dilantunkan mencitrakan dolanan dengan gerak dinamis menyegarkan.
Semua peserta terlibat bernyanyi. Nyanyian menjadi milik komunal, sebagai salah satu ciri sastra lama.
Puisi dongeng berjudul “Mencari Cincin yang Hilang” dibawakan oleh Inka Mas dan Diestha (kelas 12 MIPA) dengan penghayatan penuh.
Puisi dongeng ini bertemakan cinta dengan pesan selalu berhati-hati dalam bercinta agar tidak menyesal kelak. Lebih-lebih masih siswa SMA. Jangan sampai larut dalam pergaulan dan seks bebas.
Selanjutnya, puisi berbahasa Bali berjudul “Pan Jantuk Magatra” yang mengkritik dampak pembangunan pariwisata telah mengubah kehidupan dan mempersempit lapangan bermain.