''Ibu itu hampir-hampir tak pernah menyuntik orang atau menulis resep,'' kenang sang putri, Dita Saroso, seperti dikutip dari Indonesia.go.id, Rabu.
Baca Juga: Coldplay Konser di Indonesia, Habib Jafar Bakal Lakukan Hal Ini untuk Pertama Kali dalam Hidupnya
Lahir 10 Mei 1917 di Karangasem, Bali, Sulianti Saroso adalah anak kedua dari keluarga Dokter M. Sulaiman.
Setelah lulus dari Geneeskundige Hoge School (GHS) pada 1942, sebutan baru bagi Sekolah Kedokteran STOVIA di Batavia, ia bekerja sebagai dokter di RS Umum Pusat Jakarta yang kini dikenal sebagai RS Cipto Mangunkusumo.
Ketika ibu kota negara pindah ke Yogyakarta, Sulianti turut hijrah menjadi dokter republiken dan bekerja di RS Bethesda Yogyakarta.
Di Yogyakarta, Sulianti yang akrab dipanggil sebagai Julie, bekerja sebagai dokter perjuangan mengirim obat-obatan ke kantung-kantung gerilyawan republik.
Saat pasukan NICA menyerbu dan menduduki Yogyakarta pada Desember 1948, Sulianti termasuk ke dalam daftar panjang para pejuang kemerdekaan yang ditahan sehingga harus meringkuk 2 bulan di tahanan Belanda.
Sulianti juga aktif memimpin upaya penggalangan dukungan publik untuk program kesehatan ibu dan anak, yang kemudian dikenal sebagai gerakan keluarga berencana (KB).
Baca Juga: Coldplay Konser di Indonesia pada November 2023, Pemain Ikatan Cinta Ini Senang Bukan Kepalang
Kampanye Sulianti itu menimbulkan geger yang dibantah oleh Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Yogyakarta yang melibatkan para dokter serta pimpinan organisasi keagamaan.
Sulianti sampai menerima teguran dari Kementerian Kesehatan sehingga ditarik ke Jakarta dan diberikan berbagai posisi di Kemenkes.
Berbagai posisi dirjen pernah dijabat, termasuk Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan, dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M) pada 1967.
Baca Juga: Penyanyi Lawas Kesal Jokowi Dihina Bima Yudho, Vina Panduwinata: Kagak Tahu Sopan Santun
Ia juga merangkap sebagai Direktur Lembaga Riset Kesehatan Nasional (LRKN).