GORAJUARA - Pemilik tanah tidak bisa sewenang-wenang-wenang. Menurut Kitab Undang-Undang Perdata No. 50 tahun 1961 pasal 6 setiap tanah mempunyai fungsi sosial.
Pada pasal 667 dijelaskan warga permilik sebidang tanah yang tidak memiliki akses jalan keluar karena terjepit tanah orang lain sehingga tidak mempunyai pintu keluar berhak menuntut.
Hawari, AS SH. mengatakan warga berhak menuntut jalan keluar kepada tetangganya supaya memberi jalan, dengan mengganti rugi yang seimbang.
Baca Juga: Mengapa Penemu Bitcoin Sampai Sekarang Tidak Dikenal....
Penentuan ganti rugi berdasarkan peraturan yang berlaku berdasarkan ketetapan pemerintah. Penetapan ganti rugi bisa berdasarkan NJOP (Nilai Jual Obej Pajak).
Penentuan NJOP ditentukan pemerintah melalui ketetapan Badan Perencanaan Daerah (Bapenda). Alternatif lain, penentuan harga tanah berdasarkan hargai nilai jual pasar.
Pemilik tanah tidak bisa sewenang-wenang-wenang menetapapkan harga jual sesuai keinginan. Penetapan harga jual harus berdasarkan pada NJOP atau harga jual pasar yang setiap daerah berbeda-beda.
Baca Juga: Membela Palestina... Menarasikan Kemerdekaan Palestina...
Setiap tanah mempunyai fungsi sosial, untuk itu dalam Kitab Undang-Undang Perdata No. 50 Tahun 161, diatur agar para pihak pemilik tanah bisa hidup saling berdampingan dengan tentram.
Konflik antar warga sering terjadi karena ketidakpahaman warga terhadap fungsi kepemilikan tanah. Undang-Undang telah mengatur agar setiap warga negara tidak merasa saling dirugikan.
Pemilik tanah yang diminta akses jalan tidak boleh dirugikan karena secara kepemilikan dia punya hak atas tanah. Namun demikian tidak berarti dia dapat sewenang-wenang.
Jika masalah tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan, maka warga dapat menuntut secara hukum perdata ke pengadilan. Jika setiap warga memahami fungsi sosial tanah, konflik tidak perlu terjadi.***