GORAJUARA - Sekjen DPP AKSI Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. mengatakan “pendidikan gratis bukan untuk kepentingan rakyat, tapi untuk kepentingan pribadi”.
Kepada Tim GoraJuara, Dr. Toto mengatakan, "pendidikan gratis saat ini hanya modus untuk kepentingan pribadi supaya terpilih dalam pilkada".
Kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan politik Indonesia berbeda dengan Jerman. Pendidikan di Jerman memang gratis, namun pajak pendapatan di Jerman mencapai 40%.
Baca Juga: DWP KCD Wilayah VII Bepartisifasi Dalam Kegiatan Lomba... Disdik Provinsi Tetap Kompak...
Artinya, warga Jerman tidak mendapatkan pendidikan gratis, namun mereka membayar melalui pajak penghasilan yang tinggi. Kasusnya berbeda dengan Indonesia?
Di Indonesia seharusnya bukan pendidikan gratis, tapi pendidikan berkeadilan. Dalam konsep keadilan, jika pendidikan gratis, negara harus memenuhi semua anggaran pendidikan.
Jika suatu negara tidak mampu memenuhi kebutuhan anggaran pendidikan, maka pendidikan gratis harus diberlakukan pada masyarakat dengan kondisi ekonomi yang kurang mampu.
Untuk mewujudkan lingkungan sekolah bersih, nyaman, dan sehat, membutuhkan pendanaan besar. Untuk mendorong guru-guru semangat berprestasi, kreatif, inovatif, butuh sokongan dana.
Untuk mewujudkan akses layanan internet cepat di setiap ruang kelas, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk menjaga WC tetap bersih dan harum, membutuhkan tenaga profesional dan pemeliharaan rutin.
Lebih lanjut Dr. Toto menjelaskan, pendidikan gratis memiliki dampak sosial yang kurang baik bagi masyarakat. Pendidikan gratis berdampak pada meningkatnya masyarakat kelas miskin.
Di sekolah, orang tua yang diajak menyumbang dana, hampir 100 persen rela tidak menyumbang. Akibat pendidikan gratis, hampir 100 persen masyarakat menjadi tidak mampu.
Dunia pendidikan jangan dimanfaatkan untuk kepentingan politik pribadi sesaat. Dunia pendidikan harus bebas dari kepentingan politik pribadi atau golongan.***