GORAJUARA - Prinsipnya begini. Daripada menunggu bakteri datang ke kompos yg ditebar ke lahan, mengapa tidak kita tugaskan saja sejumlah bakteri yang siap bekerja memberi makan kepada tanaman? Masuk akal?
Anggap saja bakteri penambat nitrogen itu namanya Bambang. Ada sangat banyak jenis bakteri penambat nitrogen.
Ada mungkin sejuta dua ratus tujuh puluh tiga orang Jawa yang bernama Bambang. Kita pilih Bambang mana yang paling hebat.
Baca Juga: Tahukan Kamu Bahwa Salafi Bisa Gagal Paham Hadis
Baca Juga: Aqiqah Wujud Syukur Atas Kelahiran Anak, Bagaimana Jika Orang Tua Tidak Mampu?
Setiap jengkal lahan pertanian pasti ada bakteri lokal yang hidup berkoloni. Ada penduduk lokal.
Bambang Yudhoyono ini orang Pacitan. Lab dan pabrik pupuk hayati/biofertilizer ini adanya di Jawa. Bakteri harus siap kerja di mana saja. Butuh bekal dan perlindungan.
Itulah pekerjaan para ilmuwan di kampus dan di lab. Mencari solusi atas masalah yang dihadapi petani.
Baca Juga: Orangtua Terlalu Kritis Berpotensi Membesarkan Anak-Anak Perfeksionis.
Baca Juga: Tel-U Serahkan Bantuan Peralatan Mesin kepada Masyarakat
Masalahnya tipis. Bakteri diberikan ke lahan secara langsung dan bisa langsung bekerja.
Hasilnya, penggunaan urea bisa dikurangi, pasokan makanan ke tanaman tercukupi.
Itulah mengapa, pada dasarnya pupuk kimia ini tidaklah berbahaya bagi tanaman. Hal ini tergantung pada pemakaian bahan kimia tersebut.
Baca Juga: Dipromosikan Urus Timnas Indonesia, Gibran Rakabuming Raka Jadi Bahan Olok-olokan Netizen
Baca Juga: Ilmuwan Prancis Temukan Mutan Baru Varian Covid-19