Aqiqah Wujud Syukur Atas Kelahiran Anak, Bagaimana Jika Orang Tua Tidak Mampu?

photo author
- Selasa, 4 Januari 2022 | 22:03 WIB
Anjuran laksanakan aqiaqah menurut sunnah Rasulullah (Foto: Gorajuara.com/Dok.alodokter.com)
Anjuran laksanakan aqiaqah menurut sunnah Rasulullah (Foto: Gorajuara.com/Dok.alodokter.com)

GORAJUARA - Mendapatkan buah hati dengan lahiran sehat, dan sang ibu yang melahirkan juga selamat merupakan sebuah anugerah yang patut disyukuri.

Seorang anak adalah karunia  dan amanah dari Allah SWT yang dititipkan kepada kita untuk diurus dengan layak dan sebaik-baiknya.

Sebagai salah satu wujud bersyukur atas kelahiran anak yang dianjurkan dalam Islam adalah dengan melaksankan  aqiqah.
Secara bahasa, aqiqah memiliki arti ‘memotong’ yang berasal dari bahasa Arab ‘al-qat’u’.

Baca Juga: Dipromosikan Urus Timnas Indonesia, Gibran Rakabuming Raka Jadi Bahan Olok-olokan Netizen

Menurut istilah, aqiqah adalah proses kegiatan menyembelih hewan ternak pada hari ketujuh setelah bayi dilahirkan.

Berdasarkan tafsir sebagian besar ulama yang dinilai paling kuat, aqiqah hukumnya adalah sunnah muakad. Aqiqah menjadi ibadah yang penting dan diutamakan.

Bila mampu untuk melakukannya, orang tua sangat dianjurkan untuk melakukan aqiqah anaknya saat masih bayi.

Baca Juga: Ilmuwan Prancis Temukan Mutan Baru Varian Covid-19

Namun, bagi yang tidak mampu untuk melaksanakannya pun aqiqah boleh ditinggalkan tanpa berdosa.

Diriwayatkan Al-Hasan dari Sammuroh rodhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Semua anak tergadaikan dengan aqiqahnya yang disembelihkan pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberikan nama." (HR Ahmad 20722, At-Turmudzi 1605 dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

Baca Juga: Gaga Muhammad Dituntut 4 Tahun 6 Bulan Penjara, Greta Irene: Apapun Hasilnya Tak akan Mengembalikan Laura Anna

Memotong satu kambing jika yang lahir adalah anak perempuan, dan dua kambing bila yang lahir bayi lelaki.

Di Indonesia, beberapa orang tua lebih memilih menggelarnya setelah bayi berusia 40 hari atau lebih.

Biasanya karena pertimbangan ibu yang masih butuh pemulihan serta ayah yang mendampingi butuh banyak persiapan.

Apa hukumnya jika menggelar aqiqah saat usia anak sudah lebih dari 40 hari, dan orang tua yang tidak mampu?

Baca Juga: Series Layangan Putus Episode 7: Bayi yang Dilahirkan Meninggal, Kinan Alami Depresi

Dikutip dari BincangSyariah.com, menurut ulama Syafiiyah, melakukan aqiqah setelah anak berumur lebih dari 7 hari hukumnya boleh dan sah.

Mereka berpendapat bahwa waktu aqiqah dimulai sejak anak baru dilahirkan hingga anak tersebut baligh.

Namun, seandainya  anak sudah baligh dan belum diaqiqahi oleh orang tuanya, maka tanggung jawab untuk melakukan aqiqa bukan lagi kewajiban orangtuanya lagi, melainkan dianjurkan pada dirinya sendiri.

Sehingga jika orangtua mengaqiqahi anaknya setelah berumur lebih 7 hari, maka hukumnya boleh dan sah.
 
Begitu juga boleh dan sah melakukan aqiqah setelah anak berumur lebih dari 40 hari sampai anak tersebut baligh.

Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Wahbah Al-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu berikut;
Ulama Syafiiyah dan Hanabilah menegaskan, andaikan aqiqah dilakukan sebelum anak berumur tujuh hari atau setelahnya, maka aqiqah tersebut tetap sah.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Rusyandi

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kapan Nisfu Syaban 2025? Cek Tanggal di Sini!

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:00 WIB