Pada tahun 2019, Budi Santosa Purwokartiko juga pernah menyindir mahasiswinya yang menolak berjabat tangan dengannya.
“Kalau menurut saya ini sebuah kebodohan. Walaupun saya menghargai perbedaan, menghargai kebodohan. Masak seorang dekan, seorang rektor dianggap seperti laki-laki liar yang penuh nafsu?” katanya seperti dikutip Gorajuara dari Cordova Media.
“Owalah nduk-nduk, mbok sadar. Kamu itu enggak cantik-cantik amat, enggak seksi-seksi amat, mbok rasah kemayu, gemblung. Berendah hati sedikitlah menghormati gurumu, menghormati wakil orang tuamu yang telah mendidik kamu,” ucapnya menambahkan.
Baca Juga: Kisah Fauzan, Bocah Penjual Agar-agar yang Berjuang Demi Sang Ibu
Artikel tersebut mendapat kecaman luas di media sosial.
Sang rektor disebut rasis dan tidak pancasilais.
“Tulisan Prof. Budi Santosa Purwokartiko ini bisa masuk kategori ‘rasis’ dan ‘xenophobic’. Rasis: pembedaan berdasarkan ras (manusia gurun, arab). Xenophobic: benci pada orang asing (manusia gurun),” kata Ismail Fahmi, Analis Media Sosial dan Founder Drone Emprit.
“Rasis dan xenofobia. Jelas-jelas anti Pancasila,” ucap Aidul Ulfa, Guru Besar Universitas Muhammadiyah Solo.
“Gelar dan jabatan tinggi tidak menjamin seseorang akan bijak. Menyebut wanita yang menutup kepala sebagai wanita gurun jelas adalah tindakan Xenophobia yang menjijikkan,” ungkap Teuku Zulkhairi, Akademisi UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
***
Anda ingin mendapatkan berita update setiap hari dari Gorajuara.com. Ayo gabung di Grup Telegram “Gorajuara.com News”, caranya klik link https://t.me/gorajuaranews, Kemudian join. Langkah pertama install aplikasi Telegram di ponsel.