Lagi-lagi, minimnya kepemilikan asuransi membuat masyarakat di Filipina tidak memperoleh perlindungan finansial yang memadai.
Kondisi ini menegaskan bahwa gap perlindungan asuransi di Asia semakin lebar, padahal ancaman cuaca ekstrem kian meningkat.
Indonesia juga tertekan
Kondisi yang terjadi di atas juga dialami oleh industri asuransi umum Indonesia pada tahun 2024.
Lantaran kondisi tersebut, laba setelah pajak perusahaan asuransi umum menurun drastis.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), laba setelah pajak industri asuransi umum pada 2023 masih mencapai Rp7,80 triliun.
Akan tetapi, angka tersebut pada tahun 2024 turun drastis menjadi rugi Rp10,14 triliun atau merosot hingga 197,8 persen.
Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, menyoroti bahwa penurunan laba ini sangat dipengaruhi oleh hasil underwriting yang melemah serta peningkatan cadangan premi dan cadangan klaim.
"Tentunya laba ini terpengaruh dari perhitungan hasil underwriting.
"Seperti kita ketahui, komponen laba dari perusahaan asuransi berasal dari hasil underwriting dan hasil investasi," ujar Budi dalam Konferensi Pers Kinerja AAUI di Jakarta pada 5 Maret 2025.
Pada 2023, hasil underwriting masih mencatatkan Rp19,46 triliun, tetapi di 2024 terjun bebas menjadi defisit Rp1,52 triliun atau merosot 102,7 persen.
Selain itu, kenaikan cadangan premi dan cadangan klaim juga semakin meningkatkan tekanan terhadap profitabilitas perusahaan asuransi umum.