"Zaman dahulu kala, Sultan Syarif Kasim II sering melakukan ekspedisi menelusuri Sungai Siak kesini. Sang Sultan, biasanya akan menyempatkan diri untuk rehat sejenak, atau bermalam di rumah ini,” tuturnya.
Dikisahkan Sultan Siak ke daerah pedalaman untuk meninjau daerah kekuasaannya hingga ke hulu sungai di sekitaran Ketapung hingga Petapahan.
Andre juga bercerita tentang sejarah singkat rumah tua ini, jika sebelum ditetapkan sebagai cagar budaya, Rumah Tuan Khadi sempat beberapa kali berganti status kepemilikan.
"Awal mulanya, rumah ini dibangun pada tahun 1895 oleh seorang saudagar kaya terkenal di Kampung Senapelan. Namanya H. Nurdin Putih. “Waktu itu, Pekanbaru masih bernama Senapelan,” dia berkisah.
Namun Andre mengisahkan pada tahun 1990, kepemilikan rumah ini berpindah ke cucu H. Nurdin Putih, yaitu (Almh) Hj. Azizah, lalu ke (Alm) Atan Gope—seorang pengusaha besi tua yang sukses di kawasan senapelan.
“Saat ini dikuasai oleh Atan, rumah ini dia pakai sebagai gudang untuk menyimpan besi tua,” tuturnya.
Beberapa bagian rumah, kata Andre, juga sudah dilakukan renovasi, tepatnya pada tahun 2014.
Baca Juga: FIFA Terus Pantau Kesiapan Indonesia Menjadi Tuan Rumah Dalam Pelaksanaan Piala Dunia U20
“Renovasi dalam arti mengganti, mungkin kayu-kayu yang sudah lapuk, diganti dengan yang baru, namun tidak merubah bentuknya.”
Rumah Singgah Tuan Khadi, merupakan rumah dengan arsitektur Khas Melayu Riau.
Rumah beratap limas potong. Di sebuah bagian dinding, masih terpajang foto hitam putih figur Sultan Syarif Kasim II.
Baca Juga: Kasatlantas Polres Malang, AKP Agnis Juwita Ketahuan Pakai Kacamata Dior Sampai Sepeda Rp52 Juta
Selain itu, di rumah ini juga tersimpan dokumentasi perjalanan pembangunan Kota Pekanbaru di kala itu. Hal ini dapat dilihat dari 10 foto Jembatan Phonton berukuran besar yang terpajang di sana.