GORAJUARA – Ternyata agama juga bisa dibudayakan. Misalnya adalah kita menjadikan salat sebagai budaya, dimana kita terbiasa menjalankan rutinitas tersebut setiap hari.
Apakah membudayakan agama termasuk kedalam perilaku yang memasukkan agama kedalam kebudayaan? Tentu saja tidak.
Kita hanya membuat ajaran agama sebagai suatu kebiasaan yang dilakukan secara berulang (menjadi praktik hidup).
Meski hubungan agama dan budaya sangat erat, namun dua hal ini tidak bisa disatukan dan disamakan satu sama lain.
Pada aspek doktrin (teologi), agama itu tidak bisa diubah. Misalnya ketika melaksanakan ibadah haji, kita harus melakukannya di Mekkah dan tidak boleh diganti dengan yang lain.
Namun, dalam aspek yang tidak bersifat teologis, agama masih bisa diubah. Misalnya, ketika kita pergi ke Mekkah untuk beribadah haji, kita tidak harus berangkat kesana dengan menggunakan unta seperti yang dilakukan nabi. Kita bisa menggantinya dengan pesawat terbang, kereta api, dan lain-lain.
Baca Juga: Lagu ‘Super Tuna” Milik Jin BTS Dilirik Pinkfong, Perusahaan Pencipta Lagu Baby Shark
Maka, hal ini bisa membuat kita menarik kesimpulan bahwa agama harus dilaksanakan berdampingan dengan kebudayaan.
Meskipun tetap bisa dilaksanakan, agama akan sulit untuk dipahami dan dikembangkan jika terlalu menutup terhadap kebudayaan dan tidak mendapatkan tempat di lingkungan sosial.
Selain itu, kebudayaan juga membuat agama menjadi terkolektivitas. Misalnya ketika kita hendak bersedekah, kita tidak akan melaksanakan ibadah tersebut jika kita tidak mengenal orang lain di lingkungan sosial.
Baca Juga: Nia Ramadhani Meminta Keadilan Saat Dituntut 12 Bulan