GORAJUARA - Para sosiolog dan antropolog mengatakan bahwa agama adalah suatu bagian dari kebudayaan.
Koentjaraningrat memasukkan kebudayaan kedalam tujuh unsur, yang salah satunya adalah agama.
Untuk itu, perspektif sosiolog juga mengatakan bahwa agama itu dapat berubah dan berkembang seiring dengan perkembangan kebudayaan itu sendiri.
Baca Juga: GANGGA Rilis Musik Video 'Waiting For You'
Baca Juga: Seorang Pelajar Cabuli Tujuh Anak Laki-laki dan 2 Perempuan Masih di Bawah Umur
Buktinya, pergeseran nilai agama dan norma-norma didalamnya juga berubah, mulai dari animisme dinamisme, berubah menjadi Buddha dan Hindu, dan terakhir Kristen dan Islam.
Clifford Geertz juga menambahkan bahwa tanpa adanya kebudayaan, agama menjadi sesuatu yang abstrak dan tidak dapat dipahami oleh masyarakat.
Bahkan, seorang antropolog agama yang bernama Wach juga menambahkan bahwa keagamaan itu bersifat subjektif.
Baca Juga: Riani Indrawati, Kabid Perempuan Pemberi Warna Sarpras dan Datin, Jantungnya Diskar PB Kota Bandung
Tetapi, ia dapat diobjektifkan dalam berbagai macam ungkapan dan ungkapan tersebut mempunyai struktur tertentu yang dapat dipahami.
Contohnya seseorang meyakini bahwa batu, pohon, dan lain-lain adalah tuhan. Hal ini bersifat subjektif.
Setelah ia menarasikan keyakinan ini, maka masyarakat akan memahaminya. Penarasian ini pada dasarnya merupakan sebuah kebudayaan.