GORAJUARA - Ramai-ramai mengkritisi RUU Sisdiknas mengundang kepenasaran publik. Ada perubahan apa pada RUU Sisdiknas? Toto Suharya, Sekjen DPP AKSI ikut mengkritisi.
Pada pasar 70, standar nasional pendidikan dari delapan standar menjadi tiga point, yaitu standar input, proses, dan capaian.
Standar input berkaitan dengan sumber daya yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pendidikan. Standar proses meliputi kurikulum, pelaksanaan pembelajaran, dan pengelolaan.
Baca Juga: Keberpihakkan Pemerintah dalam RUU Sisdiknas Pada Masyarakat Kurang Mampu
Standar capaian, berkaitan dengan capaian hasil belajar yang diharapkan dari pelajar dalam sistem pendidikan nasional dan fungsi pendidikan nasional.
Perubahan ini hanya berupa penyederhaan konsep dari standar nasional pendidikan yang sebelumnya terdiri dari delapan standar.
Namun demikian, standar pendidikan yang sederhana ini menjadi mudah dipahami, to the point, dan memudahkan untuk jadi pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan dilapangan.
Baca Juga: DPP AKSI Menyikapi Perubahan Undang Undang Sisdiknas
Pada pasal 81, struktur kurikulum memuat 10 mata pelajaran wajib. Untuk mata pelajaran pendidikan agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran wajib.
Sedangkan mata pelajaran wajib lainnya dapat dikelola secara fleksibel, relevan, dan kontekstual, tidak harus dalam bentuk mata pelajaran. Hal ini memberi peluang inovasi pembelajaran pada satuan pendidikan. Namun demikian harus didukung dengan input yang memadai.
Pada pasal 88, penilaian oleh pendidik digunakan untuk perkembangan pelajar dan kelulusan. Pemerintah menilai mengacu pada standar capaian pembelajaran dengan pengakuan serifikat.
Baca Juga: Menakar Perubahan dalam RUU Sisdiknas
Menarik untuk disimak pada pasal 90. Penilaian yang dilakukan pemerintah bersifat layanan opsional atau tidak bersifat wajib.
Diharapkan, ketentuan ini jadi peluang tidak akan lagi menjadi beban mental satuan pendidikan, tetapi memberi layanan bagi Pelajar yang membutuhkan.