news

Pengumuman, RKUHP Disahkan menjadi UU di Paripurna DPR RI, Berikut adalah Polemik yang ada di Masyarakat 

Rabu, 7 Desember 2022 | 10:02 WIB
Menkum-HAM Bp.Yasonna yakin Pengesahan RKUHP perkuat hukum pidana Nasional. (Gorajuara/ dok: kemenkumham.go.id)

GORAJUARA - Rancangan KUHP (RUU KUHP) diadopsi menjadi undang-undang. Pengesahan berlangsung di sidang umum DPR RI, di mana penyelesaian hukum pidana menjadi agenda pada Selasa (12/6/2022).

Sekretaris Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly mengatakan pengesahan tersebut merupakan momen bersejarah dalam penerapan hukum pidana di Indonesia. Setelah bertahun-tahun menggunakan hukum pidana yang disusun di Belanda, Indonesia kini memiliki hukum pidana sendiri. “Kita patut berbangga karena berhasil mendapatkan hukum pidana kita sendiri yang tidak disiapkan oleh negara lain. Sejak berlakunya KUHP Belanda di Indonesia tahun 1918, sudah 104 tahun sampai sekarang. Indonesia sendiri sudah membentuk reformasi peradilan pidana sejak tahun 1963,” ujar Yasonna usai sidang paripurna DPR RI.

Menurut Yasonna, produk Belanda ini sudah tidak relevan lagi dengan keadaan dan kebutuhan hukum pidana Indonesia. Hal ini menjadi salah satu isu yang paling urgen dalam pengesahan KUHP. “Produk Belanda tidak lagi penting bagi Indonesia. Pada saat yang sama, hukum pidana sangat reformis, progresif, dan juga responsif terhadap situasi di Indonesia,” katanya.

Baca Juga: Ledakan Keras di Polsek Astanaanyar Diduga Bom Bunuh Diri

Yasonna menjelaskan, hukum pidana yang baru disahkan telah melalui pembahasan yang transparan, menyeluruh dan inklusif. Pemerintah dan DPR menerima berbagai masukan dan gagasan dari masyarakat.

“KUHP sudah didistribusikan ke seluruh pemangku kepentingan di seluruh Indonesia. Pemerintah dan DPR mengucapkan terima kasih atas partisipasi masyarakat pada momen bersejarah ini," kata Menteri Yasonna.

Namun, diakui Yasonna, proses penyusunan KUHP tidak selalu mulus. Pemerintah dan DPR dihadapkan pada pasal-pasal yang dianggap kontroversial, antara lain pasal penghinaan terhadap presiden, kumpul kebo, santet, perusakan, dan penyebaran doktrin komunis.

Baca Juga: Relawan Peran Mereka Tidak Main-main

Yasonna percaya bahwa hal-hal yang dianggap kontroversial dapat memicu ketidakpuasan di kalangan kelompok sosial tertentu. Yasonna mengimbau bagi mereka yang tidak setuju atau memprotes hukum pidana untuk menyelesaikannya melalui mekanisme yang tepat. Masyarakat berhak mengadu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Hukum pidana tidak bisa diterima 100 persen. Kalau masih ada yang tidak setuju, bisa bawa ke Mahkamah Konstitusi,” jelasnya.

Meningkatnya jenis kejahatan bagi para penjahat
Selain itu, Menteri Yasonna menyatakan bahwa pengesahan KUHP bukan sekedar momen sejarah karena Indonesia memiliki KUHP sendiri. Namun, Hukum Pidana merupakan titik tolak reformasi administrasi pemidanaan di Indonesia dengan memperluas jenis-jenis pemidanaan yang dapat dikenakan kepada pelaku tindak pidana. Yasonna menjelaskan ada tiga pidana yang diatur, yakni pidana mati, pidana tambahan dan pidana khusus.

Baca Juga: Dentuman Keras di Mapolsek Astanaanyar BIkin Panik dan Heboh Masyarakat, Ledakan Bom?

Sedangkan untuk pidana mati, Rancangan Undang-Undang Pidana tidak hanya mengatur tentang pidana penjara dan denda, tetapi juga menambahkan pidana akhir, pidana percobaan dan pidana kerja sosial.

“Perbedaan yang mendasar adalah bahwa hukum pidana tidak lagi memandang pidana mati sebagai pidana mati, melainkan pidana khusus yang selalu diancam sebagai alternatif dengan pidana percobaan sepuluh tahun,” kata Yasonna.

Halaman:

Tags

Terkini