GORAJUARA — Anggota Komisi IV DPRD Kota Bandung, Elton Agus Marjan, S.E., menekankan, pentingnya langkah strategis pemerintah dalam melakukan pemetaan dan optimalisasi tenaga kesehatan di Kota Bandung.
Upaya tersebut menjadi kebutuhan mendesak agar pelayanan kesehatan di tingkat pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) maupun rumah sakit dapat berjalan lebih maksimal.
“Ini urgent bagi kita untuk mencari penempatan terbaik dan solusi yang tepat, sehingga tingkat pelayanan di puskesmas maupun rumah sakit bisa optimal," ungkap Elton pada saat menjadi narasumber pada Kebijakan Pemetaan Jabatan Fungsional Kesehatan, di Hotel Mutiara, baru-baru ini.
Baca Juga: Mengaku Jadi Mualaf, Farel Prayoga Ungkap Alasan Dirinya Ikrarkan Syahadat Sebanyak 2 Kali
.
Ketika tenaga kesehatan ditempatkan di bidang yang tepat, tandas Elton, insya Allah potensi dan kinerja mereka juga akan meningkat.
Menurutnya, dasar hukum terkait hak atas pelayanan kesehatan telah dijamin pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, serta UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, sehingga tanggung jawab pemerintah pusat maupun daerah, wajib untuk merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi upaya kesehatan yang bermutu, aman, merata, dan terjangkau oleh masyarakat.
Bahkan, kebijakan perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan pun tertuang pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 Tahun 2015, tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan serta Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat.
Elton menjelaskan, berdasarkan pada data keberadaan fasilitas kesehatan milik Pemerintah Kota Bandung, yakni tiga Rumah Sakit, 80 UPTD Puskesmas, satu Labkesda, dan satu UPT P2KT dinilai masih belum memadai kebutuhan jika dibandingkan dengan jumlah masyarakat.
Tantangan dan permasalahan dalam transformasi SDM Kesehatan yang dihadapi Kota Bandung yaitu, kurangnya jumlah SDM Kesehatan secara nasional karena supply yang terbatas, khususnya program pendidikan dokter spesialis.***