"Biarlah aku menjadi tumbal, asal kebenaran akan terungkap suatu saat," ujar Pegi, dengan suara yang penuh keyakinan, meski ia menyadari bahwa perjalanan yang dihadapinya belum berakhir.
Dalam momen yang penuh makna ini, Kartini juga menegaskan bahwa pada saat peristiwa tragis pembunuhan terjadi pada tahun 2016, Pegi tidak berada di Cirebon.
Dengan fakta-fakta yang terang benderang, Kartini mencoba menyuarakan kebenaran yang terkadang terbenam dalam hiruk pikuk kasus hukum.
"Sejak Agustus 2016, Pegi sudah bekerja di Bandung, dan pada saat kejadian tragis itu terjadi, Pegi tidak berada di Cirebon," ungkap Kartini, mencoba memperjelas kronologi yang mungkin terkadang terlupakan dalam sorotan kasus yang rumit ini.
Namun, di balik momen yang penuh haru dan penyesalan, terdapat juga kekecewaan dan tanda tanya.
Kuasa hukum Pegi, Sugianti Iriani, mengungkapkan kekecewaannya karena penggeledahan rumah Pegi dilakukan tanpa pemberitahuan, bahkan saat ia sedang mendampingi Pegi dalam proses hukum.
"Dalam penggeledahan kemarin, saya tidak diberitahu, padahal saya sedang mendampingi Pegi di Polda Jabar untuk proses hukum," ujar Sugianti, mengekspresikan kekecewaannya terhadap sistem hukum yang terkadang tidak transparan.
Terkadang, di balik balutan hukum dan ketidakpastian, tersembunyi juga kebenaran yang butuh diperjuangkan.
Kasus Pegi Setiawan membuka pintu untuk mempertanyakan kembali keadilan dan transparansi dalam sistem hukum yang kita anut.
Dan di balik jeruji besi, cinta seorang ibu tetap menjadi pendorong utama bagi Pegi untuk terus berjuang, demi ke
benaran yang ia yakini.
Kartini, dengan kekuatan dan kasih seorang ibu, terus memberikan dukungan tanpa henti. Ia mengingatkan Pegi untuk selalu berkata jujur dan tidak mengaku atas perbuatan yang tidak dilakukannya, meskipun tekanan datang dari berbagai arah.
"Jangan pernah mengakui sesuatu yang tidak kamu lakukan, Pegi. Meskipun tekanan datang bertubi-tubi, tetaplah pada kebenaran," tegas Kartini, dengan suara yang penuh keteguhan.