Dalam penyebutan tokoh tidak harus itu-itu saja. Bisa diangkat dengan menyebutkan jabatan, sifat si tokoh dan seterusnya.
Arah tujuan sebuah cerita harus diperjelas sehingga tidak kemana-mana tanpa arah.
Tps berikutnya adalah sesuatu yang cukup menarik karena di sinilah perasaan pembaca diaduk-aduk yaitu ungkapan emosi.
Ungkapan emosi bisa disampaikan lewat ucapan, perilaku, menunjukkan raut wajah misalnya
Sesi kedua disampaikan novelis Sinta Yudisia. "Menjadi penulis harus punya visi dan misi," jelas pembicara yang juga psikolog
"Kita juga perlu menjaga budaya menyisipkan makanan khas daerah Jawa atau Padang dalam sebuah cerita, misalnya," jelasnya lagi
Mba Sinta begitu sapaannya, berpesan juga perlu menyisipkan nilai-nilai luhur dalam sebuah cerita.
Pembicaraan selanjutnya beralih ke hal yang lebih khusus yaitu bagaimana menjadi novelis dengan mengunggah tulisannya di platform.
Di zaman milenial, seorang novelis tidak cukup menerbitkan buku secara fisik. Karena sekarang bisa mengunggah karya novel ke sebuah platform.
Banyaknya tulisan khusus dewasa di platform membuat seorang penulis yang memiliki visi dan misi, perlu membuat tulisan yang sehat sebagai tandingannya.
Apa jadinya generasi muda bila bacaannya hanya novel-novel yang memiki kode 21 +. Sementara novelis lain bisa membuat novel yang inspiratif, sehat, namun tidak melakukannya?
Inilah di antara hal-hal yang menyemangati mbak Sinta untuk menulis novel ke platform. Harus ada tulisan yang menyuarakan kebenaran, jalan yang lurus.
Keuntungan membuat novel dan mengunggahnya di platform selain memperoleh cuan, juga dapat berinteraksi langsung dengan para pembaca.
Pembaca bisa mengusulkan langsung ending dari cerita yang kita buat.
Pembaca juga dapat mengkritik, memberitahu langsung typo tulisan kita.