Trauma yang ia rasakan begitu kuat hingga ia memutuskan untuk meninggalkan rumah dan tinggal bersama ayahnya saat usianya menginjak 15 tahun.
Keputusan untuk pindah dan tinggal bersama sang ayah diambil Inara sebagai upaya untuk melindungi dirinya sendiri.
Ia merasa bahwa tinggal bersama ayahnya akan memberikan perlindungan dan kenyamanan yang tidak ia dapatkan saat tinggal dengan ibunya.
Namun, keputusan tersebut tidaklah mudah. Inara harus memutus kontak dengan ibunya selama dua tahun.
"Jadi ketika aku pindah ke tempat Papi, aku sempat 2 tahun tidak menghubungi ibu aku. Bukan marah. Aku melindungi diri aku. Karena seberat itu trauma yang aku alami," ucap Inara dengan nada yang penuh emosi.
Keputusan ini menunjukkan betapa seriusnya trauma yang ia alami dan betapa perlunya ia untuk menjaga jarak demi kesehatan mentalnya.
Meskipun hidup bersama sang ayah memberikan sedikit ketenangan bagi Inara, kebahagiaan tersebut tidak bertahan lama.
Hanya tiga tahun setelah tinggal bersama, ayah Inara meninggal dunia, meninggalkan luka yang kembali membuka trauma masa lalunya.
"Kemudian aku pindah ke Papi, aku merasa ada orang, ada sosok yang bisa melindungi aku. Dan nggak lama setelah itu 3 tahun aku bersama beliau, beliau wafat," kata Inara sambil mengenang masa-masa terakhir bersama ayahnya.
Kepergian sang ayah menjadi pukulan berat bagi Inara, yang merasa kehilangan satu-satunya sosok pelindung dalam hidupnya.
"Itu adalah patah hati aku yang mungkin yang kedua. Karena aku merasa sosok pelindung ini, figur ayah yang bener-bener aku idolakan ini hilang," tandasnya.
Kehilangan tersebut membuat Inara harus kembali menghadapi dunia tanpa dukungan dari orang yang paling ia percayai.
Baca Juga: UHUI! Cinta Kuya Ajak Pacar Bule Nebeng di Foto Keluarga Uya Kuya, Yuk Intip Keseruannya di Sini
