Raja pun tidak lagi memarahi Dewi Mutiara, kembali takluk dalam senyum manis dan bujuk rayu serta pesona kecantikannya.
Sifat dengki yang telah bersarang dalam diri Dewi Mutiara terhadap Kandita rasanya sulit untuk dibendung.
Tidak dilakukan secara kasar untuk mengeluarkan Kandita dari kerjaan, maka ditempuhlah cara yang halus.
Permaisuri mengutus pembantunya untuk menemui tukang tenung agar mengguna-gunai Kandita yang dianggap sebagai perintang anaknya.
Mantra tukang teluh dan jumpa jampi pun dikirim untuk mencelakai Kandita, tubuh Sang Putri tiba-tiba gatal-gatal dan dipenuhi kudis yang mengeluarkan bau busuk.
Mengalami hal tersebut dirinya tidak bisa berbuat banyak selain menangis dan memelas, tidak tahu apa yang mesti diperbuat.
Raja yang tidak tega melihat penderitaam putri kesayangannya, lantas mengundang tabib agar menyembuhkan penyakitnya.
Tidak ada seorang pun tabib yang sanggup mengobati penyakitnya, Kandita pun mulai mencurigai jika penyakit yang menimpa dirinya merupakan guna-guna.
Dewi Mutiara kembali melancarkan rencannya, membujuk raja agar mengasingkan Kandita dari kerajaan.
Kali ini bujuk-rayunya berhasil, Raja sendiri tidak ingin menjadi bahan pembicaraan orang banyak yang setidaknya dianggap akan membawa kesialan bagi seluruh kerjaan.
Sang Raja tidak ingin menjadi gunjungan karena hal itu, maka dirinya menyetujui usulan Dewi Mutiara untuk mengasingkan Kandita dari kerajaan.
Kandita yang telah terusir dari Istana merasa sedih, meski demikian tidak pernah memiliki rasa dendam terhadap ibu tirinya.
Konon, selama tujuh hari tujuh malam dirinya berkelana menanggung derita dan tidak lupa berdoa pada Sanghyang Kersa.
Setibanya di Pantai Selatan, dirinya menatap bersih dan jernihnya air samudra, menurut pemikirannya laut tersebut berbeda dengan tempat lainnya.
Dalam pada itu, terdengarlah bisikan gaib, konon menyerupai suara ibunya yang telah pergi terlebih dahulu, untuk loncat ke laut.